23/08/2024
**Judul: "Langit Senja di Kota Kecil"**
Di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh pegunungan, hidup seorang gadis bernama Amara. Setiap sore, Amara duduk di sebuah kafe kecil di sudut jalan, menikmati secangkir kopi sambil menatap langit senja yang selalu memesona. Baginya, senja adalah saat di mana segala sesuatu tampak begitu damai, dan hati manusia seolah bisa mendengar bisikan-bisikan kecil dari semesta.
Suatu hari, di tengah rutinitasnya menikmati senja, Amara melihat seorang pria duduk di meja sebelahnya. Pria itu tampak asyik menulis di sebuah buku kecil dengan pena berwarna biru. Wajahnya serius, namun ada ketenangan yang memancar dari matanya. Amara merasa ada sesuatu yang berbeda pada pria itu, sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih dalam.
Hari demi hari berlalu, dan pria itu selalu ada di kafe yang sama, duduk di meja yang sama, pada waktu yang sama. Amara mulai memperhatikan kebiasaannya: bagaimana dia selalu memesan teh tanpa gula, bagaimana dia kadang tersenyum kecil saat menulis, dan bagaimana dia selalu membawa buku yang sama. Keinginan Amara untuk mengenalnya semakin kuat, tapi ia terlalu malu untuk memulai percakapan.
Suatu sore, hujan tiba-tiba turun deras saat Amara hendak pulang. Dia tidak membawa payung, dan rintik hujan yang semakin lebat membuatnya terjebak di bawah atap kafe. Saat itulah pria itu berdiri dan berjalan menghampirinya, menawarkan payung dengan senyum hangat.
“Sepertinya kita harus berbagi payung,” kata pria itu dengan suara yang lembut. Amara terkejut, tapi dia mengangguk setuju. Mereka berjalan bersama di bawah payung kecil, menghindari genangan air di jalan-jalan kota yang sempit.
Selama perjalanan itu, mereka mulai berbicara. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Raka, seorang penulis yang sedang mencari inspirasi di kota kecil tersebut. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan, mimpi, dan tentu saja tentang senja yang selalu mereka nikmati di kafe itu.
Semakin lama mereka berbicara, Amara merasakan hatinya berdebar. Ada sesuatu tentang cara Raka berbicara, tentang pandangannya terhadap dunia, yang membuat Amara merasa nyaman. Hujan yang tadinya terasa dingin kini terasa hangat, seolah payung kecil itu melindungi mereka dari segala kekhawatiran dunia.
Ketika akhirnya mereka tiba di depan rumah Amara, Raka menyerahkan payung itu kepadanya. "Kita bisa bertemu lagi besok, di bawah senja yang sama," ucap Raka dengan senyum yang lembut. Amara hanya bisa mengangguk, merasa seluruh dunia tiba-tiba menjadi lebih cerah meskipun hujan masih turun.
Malam itu, Amara duduk di kamarnya, merenung tentang perasaannya. Tanpa sadar, ia jatuh hati. Jatuh hati pada pria yang tak pernah ia duga, pada percakapan sederhana di bawah payung kecil, pada senja yang kini terasa lebih indah karena ada Raka di dalamnya.