19/11/2021
♻️ Tausiyah Jum'at ♻️
Zuhud Sebagai Salah Satu Karakter Mukmin
Oleh : Ustadz Iwan Setiawan, Lc
(Biro Kepatuhan Syariah IZI)
Setiap insan yang hidup memiliki karakter, yaitu suatu sifat nyata dan berbeda yang ditampakkan oleh seorang individu. Karakter itu dapat terlihat dari berbagai atribut dalam budi pekerti sehari-hari (W.B. Saunders). Ia adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, dan akhlak yang membedakan seseorang dengan seseorang yang lain (KBBI).
Adapun mukmin sederhananya ialah subyek atau seseorang yang dalam hatinya terpancar cahaya (nur) iman, yang ter-statement melalui ucapan-ucapan lisannya, dan dibuktikan oleh perbuatan perilakunya. Kesempurnaan iman yang demikian rasanya mustahil tercapai kecuali oleh mereka yang telah mengenal (‘arif) siapa Tuhannya, Allah SWT.
Salah satu karakter mukmin ialah zuhud. Karakter ini sebagaimana karakter yang lain memiliki unsur berupa kepercayaan (believe), dimana kepercayaan itu dapat diasah melalui proses pembelajaran. Cukuplah kita ketahui bahwa zuhud adalah sifat yang diperintahkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW bagi siapa saja yang menghendaki kecintaan dari Allah SWT. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak menghendaki atau merasa tidak memerlukan kecintaan dari Allah SWT, maka tidak apa-apa ia tidak mengasah sifat zuhudnya. Allah SWT tidak memerlukan hamba-Nya, namun hambalah yang membutuhkan kepada-Nya. Sekiranya tidak ada manusia yang merasa membutuhkan-Nya, itu tidak mengurangi sedikitpun keagungan dan kemuliaan-Nya. Fasubhalallah!
Rasulullah SAW bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah di dunia maka Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah dari apa yang di tangan manusia maka manusia akan mencintaimu.” (HR Ibnu Majah 4102)
Riwayat dari Sahl bin Sa’d RA ini dihasankan Imam Nawawi (Al-Arbain: 31) dan dishahihkan Syaikh Az-Zarqani (Mukhtashar Al-Maqashid: 89), sedangkan syaikh Al-Albani menshahihkan riwayat yang dari Anas bin Malik RA (Shahih Al-Jami’: 923).
Sekarang apa itu zuhud? Definisi yang kami pilih dan mudah-mudahan tepat dengan konteks kekinian adalah sebagaimana menurut Syaikh Ibnu Utsaimin ketika mensyarah hadits di atas. Zuhud terhadap dunia adalah ketika seseorang dihadapkan pada dunia, lalu ia tidak mengambilnya kecuali demi kemanfaatannya di akhirat.
Bagaimana contohnya? Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah selain dikenal sebagai Imam Madzhab Hambali juga dikenal sebagai salah satu Imam dalam sifat zuhud. Untuk memenuhi kebutuhan, beliau memilih untuk bekerja sebagai juru tulis bagi teman-temannya dengan mengambil upah sewajarnya.
Beliau tidak anti terhadap dunia, tidak juga berpaling dari dunia, bahkan beliau sengaja mencari dunia jika menurut beliau ada kepentingan untuk akhirat kelak. Terdapat riwayat beliau berhutang sebesar 50 Dinar kepada seseorang bernama Abdullah bin Muhammad. Uang tersebut beliau pergunakan untuk membangun sebuah rumah yang dipersiapkan untuk kepentingan amal jariyah beliau. Beliau berpesan kepada ahli waris, bahwa hutang kepada Abdullah bin Muhammad akan dilunasi dari hasil sewa rumah tersebut. Setelah beliau meninggal dan hutang tersebut lunas, rumah itu tidak boleh diwariskan atau dipindahtangankan dengan cara apapun, melainkan tetap disewakan dengan pembagian hasil sewa diberikan kepada cucu-cucu beliau masing-masing sebesar 10 Dirham. Jika masih lebih maka disedekahkan kepada fakir dan miskin.
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia dan menutup sebab-sebab mendapatkan harta dengan alasan dunia itu hina. Tanpa beralasan seperti itupun dunia memang telah hina, sedangkan akhirat itulah yang lebih baik lagi kekal. Bukan tempat untuk sifat zuhud muncul ketika seseorang dihadapkan pada pekerjaan, karena melakukan sebab-sebab memperoleh rizki (bekerja) adalah perintah dalam agama. Rasulullah SAW pun memuji umat beliau seeorang yang bekerja dengan profesional (itqan) dan mengaitkannya dengan kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya, sama dengan sifat zuhud:
إنَّ اللهَ تعالى يحبُّ إذا عمِل أحدُكم عملًا أن يُتقِنَه
“Sesungguhnya Allah ta’ala menyukai jika salah seorang di antara kalian melakukan suatu amal secara itqan.” (HR Baihaqi 4930)
Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah (1113)
Namun, sifat zuhud dituntut hadir ketika seorang mukmin sedang dihadapkan pada dunia yang siap untuk dia. Apakah ia akan memanfaatkan untuk nafsu dan dunianya semata, atau ia gunakan untuk akhiratnya. Seorang mukmin, tentu akan langsung menimbang apakah harta tersebut bermanfaat untuk akhirtanya, dan sejauhmana ia dapat memanfaatkan untuk akhiratnya tersebut.
Allahu A’lam