04/04/2025
"Kunci yang Salah"
Di masa kejayaan Kekaisaran Ottoman, hiduplah seorang raja muda yang bijaksana namun penuh kehati-hatian—Sultan Ahmed. Ia memiliki segalanya: kekuasaan, harta, dan seorang istri yang tak hanya cantik menawan, tapi juga setia dan mulia hati. Sang permaisuri adalah permata paling berharga dalam hidupnya.
Suatu hari, kabar perang datang. Sultan Ahmed harus segera memimpin pasukannya ke medan laga. Tapi sebelum ia pergi, ia memanggil sahabat lamanya, Mousa, lelaki yang telah bersamanya sejak kecil—yang ia anggap lebih dari sekadar sahabat, lebih dari sekadar saudara.
Sang Sultan berkata, “Aku akan pergi berperang selama empat hari. Aku telah mengunci istriku di kamar pribadiku. Jika aku tidak kembali dalam waktu itu... buka pintunya—dan anggaplah dia milikmu.”
Mousa hanya mengangguk, menerima kunci itu dengan wajah penuh hormat. Sang Sultan pun naik ke kudanya dan berangkat ke medan tempur dengan semangat membara.
Namun belum juga jarak terlalu jauh, belum genap setengah jam perjalanan, Sultan Ahmed menoleh ke belakang dan melihat debu berterbangan. Seorang penunggang kuda melaju kencang ke arahnya. Itu Mousa!
Sultan menghentikan kudanya, wajahnya penuh tanya.
“Ada apa, Mousa?”
Dengan napas terengah dan wajah panik, Mousa menjawab:
“Kau... kau memberiku kunci yang salah.”
Sultan terdiam.
Tidak percaya. Hatinya retak seketika, bukan karena perang yang menanti, tapi karena kepercayaan yang baru saja dikhianati dalam hitungan menit.
Empat hari belum berlalu. Bahkan empat puluh menit pun belum. Tapi sahabatnya sudah mencoba.
---
Pesan moral:
Berhati-hatilah kepada siapa kamu menitipkan harta dan hati. Tak semua yang tampak sebagai sahabat adalah penjaga yang setia. Kadang, orang yang paling dekat justru yang diam-diam berharap kamu jatuh agar mereka bisa berdiri di atas puing-puingmu.