15/05/2025
Kami Berbisnis dengan Tuhan
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota dan kerasnya realitas sosial, kami memilih untuk berjalan di jalur yang sunyi. Bukan karena kami ingin terlihat berbeda, tapi karena kami tahu, terlalu banyak orang yang telah lama ditinggalkan. Kami menemui mereka satu per satu — keluarga yang dihantui rasa takut, kehilangan harapan, dan sering kali disalahkan karena memiliki anggota keluarga yang bergumul dengan ketergantungan zat adiktif.
Kami bukan konselor adiksi, bukan p**a pengacara. Kami tidak memiliki gelar atau sertifikat yang memberi legitimasi resmi atas pekerjaan yang kami lakukan. Tapi kami memiliki satu hal yang mungkin lebih kuat dari itu semua: keyakinan bahwa kemanusiaan harus diperjuangkan, meski tanpa sorotan, tanpa panggung, dan tanpa dana.
Hari demi hari, kami menerima cerita-cerita yang sering tak terdengar di ruang publik: seorang ibu yang menjual satu-satunya perhiasannya untuk biaya rehabilitasi anaknya; seorang ayah yang mendekam di penjara hanya karena ketidaktahuan akan hak-haknya; dan remaja-remaja yang kehilangan arah karena tak satu pun lembaga yang mau menerima mereka. Di mata banyak orang, mereka adalah “masalah.” Tapi bagi kami, mereka adalah jiwa-jiwa yang layak diperjuangkan.
Tanpa dukungan dari donor, tanpa proyek, tanpa laporan keuangan tahunan yang gemerlap, kami tetap bergerak. Semangat gotong royong menjadi fondasi kami. Di sinilah kami belajar bahwa ketika hati dipertemukan dengan niat baik, pekerjaan sekecil apapun bisa menjadi berarti. Kami berbagi peran: ada yang membantu akses layanan kesehatan, ada yang menghubungkan ke rehabilitasi, ada yang berjuang dalam pendampingan hukum, dan banyak yang hanya sekadar hadir—untuk mendengarkan dan merangkul.
Ada yang pernah bertanya kepada kami, “Apa untungnya kalian melakukan ini?” Kami hanya tersenyum dan menjawab, “Kami berbisnis dengan Tuhan.”
Ini bukan bisnis dalam arti konvensional. Tidak ada laba, tidak ada pengembalian investasi, tidak ada penghargaan. Tapi ada kedamaian yang tak ternilai ketika satu keluarga kembali utuh, ketika satu nyawa bisa lepas dari jerat ketergantungan, ketika satu orang merasa bahwa hidupnya masih layak diperjuangkan. Itu cukup bagi kami.
Kami tahu jalan ini tak mudah. Ada banyak tantangan, bahkan kadang ancaman. Tapi kami juga tahu, selama kami menanam kebaikan, Tuhan-lah yang akan menuainya. Mungkin bukan hari ini, mungkin bukan dalam bentuk yang kami harapkan, tapi kami percaya: tidak ada kebaikan yang sia-sia.
Karena itulah kami terus melangkah. Dengan tangan terbuka dan hati yang penuh harapan, kami terus berbisnis dengan Tuhan—dalam bentuk yang paling tulus, paling jujur, dan paling sederhana.