19/07/2025
Zona Nyaman Itu Tidak Salah: Perspektif Trauma-Informed
“Don’t push people to grow. Help them feel safe enough to want to.”
— Dr. Gabor Maté
Apa Itu Zona Nyaman?
Istilah zona nyaman sering dipakai untuk menggambarkan keadaan di mana seseorang merasa aman, stabil, dan terhindar dari risiko. Dalam dunia pengembangan diri, zona ini sering dianggap sebagai “musuh pertumbuhan” karena di dalamnya tidak ada tantangan atau perubahan.
Namun dari kacamata trauma-informed, zona nyaman bukanlah kesalahan atau kelemahan, melainkan strategi bertahan hidup yang dibentuk oleh sistem saraf untuk menciptakan rasa aman.
Zona Nyaman = Zona Aman Versi Sistem Saraf
Menurut Polyvagal Theory (Stephen Porges, 1994), sistem saraf otonom kita merespons lingkungan berdasarkan rasa aman atau ancaman. Saat seseorang merasa terancam—meskipun ancaman itu hanya dalam bentuk stres ringan atau kritik sosial—sistem saraf bisa memasuki mode:
Fight / Flight (mobilisasi)
Freeze / Shutdown (dorsal vagal)
Fawn (people pleasing, sering muncul pada trauma relasional)
“Zona nyaman” dalam konteks ini bukan hanya zona malas atau stagnan, tetapi seringkali adalah “zona toleransi aman” yang dibentuk untuk menjaga diri dari dis-regulasi emosi atau ancaman psikologis.
🧠 Catatan: Tubuh kita lebih memilih rasa familiar daripada rasa benar. Itulah kenapa banyak orang “betah” di pola lama, bahkan jika itu menyakitkan — karena itu dikenal dan bisa diprediksi.
🔸 Bahaya Memaksa Keluar dari Zona Nyaman
Slogan seperti “Keluar dari zona nyaman adalah awal kesuksesan” bisa jadi memotivasi, tapi juga berisiko. Terutama bagi orang-orang dengan trauma masa lalu, luka pengasuhan, atau sistem saraf yang sering dalam kondisi hyper/hypo-arousal.
Jika dipaksa berubah tanpa regulasi yang cukup:
Sistem saraf bisa collapse (shutdown)
Kecemasan makin tinggi
Muncul rasa bersalah karena “gagal berubah”
Memperkuat belief negatif seperti “aku memang lemah”
⚠️ “Pushing too far outside the window of tolerance can retraumatize instead of heal.” — Dr. Dan Siegel
🔸 Pendekatan yang Lebih Bijak: Memperluas Zona Nyaman
Daripada keluar dari zona nyaman secara mendadak, pendekatan trauma-informed lebih memilih untuk:
Memperluas zona nyaman secara perlahan (mirip dengan titration dalam Somatic Experiencing – Peter Levine)
Membantu sistem saraf merasa cukup aman dalam menghadapi pengalaman baru
Mengembangkan regulasi emosi dan kehadiran tubuh sebagai dasar perubahan
Membangun ventral vagal state (rasa koneksi, aman, tenang) terlebih dahulu
Dengan begitu, perubahan terjadi dari dalam — bukan karena dorongan atau paksaan, tapi karena tubuh dan pikiran mulai siap untuk mengalami hal baru.
🔸 Kesimpulan
“Zona nyaman itu bukan musuh. Ia adalah rumah sementara yang dibangun tubuh untuk melindungi kita.”
Tugas kita bukan memaksa keluar, tapi menguatkan fondasi agar tubuh merasa aman untuk bergerak.
Dengan pendekatan trauma-informed, kita memahami bahwa pertumbuhan sejati terjadi bukan dari paksaan, tetapi dari rasa aman. Dan kadang, rasa aman itu harus dibangun lebih dulu—baru keberanian bisa tumbuh.
📚 Referensi
Porges, S. W. (2011). The Polyvagal Theory: Neurophysiological Foundations of Emotions, Attachment, Communication, and Self-regulation. W. W. Norton & Company.
Levine, P. A. (2010). In an Unspoken Voice: How the Body Releases Trauma and Restores Goodness. North Atlantic Books.
Siegel, D. J. (2012). The Developing Mind: How Relationships and the Brain Interact to Shape Who We Are.
Maté, G. (2019). When the Body Says No: Exploring the Stress-Disease Connection.
Ogden, P., Minton, K., & Pain, C. (2006). Trauma and the Body: A Sensorimotor Approach to Psychotherapy.