19/04/2025
JAS PUTIH
Menjaga Jas Putih: Saat Kasus Muncul, Jangan Biarkan Kepercayaan Kita Ikut Runtuh
β¦
Aku Resah Karena Aku Sayang
Beberapa hari terakhir, aku tak bisa diam. Bukan karena ingin ikut ramai-ramai, bukan karena latah komentari kasus, apalagi ingin terlihat tahu segalanya. Tapi karena aku peduli. Karena aku ikut resah. Dan karena, sejujurnya⦠aku sayang.
Sayang pada para dokter yang diam-diam menjaga.
Sayang pada residen yang mungkin sekarang sedang jaga malam tanpa sempat membaca linimasa.
Sayang pada kepercayaan publik yang pelan-pelan mulai retak, hanya karena suara-suara yang terdengar tak juga diimbangi dengan suara yang menjelaskan.
Makanya, aku ikut memantau. Bukan buat sensasi. Tapi karena aku ingin jaga sesuatu yang sangat rapuh: rasa percaya kita pada mereka yang berjasa.
β¦
Lonjakan Percakapan Publik Tunjukkan Cinta yang Bingung, Bukan Benci yang Buta
Aku lihat sendiri, grafik tren sosial tiba-tiba meledak.
Reach naik sampai lebih dari 57 miliar tampilan.
Mentions melonjak lebih dari 900 persen hanya dalam 48 jam.
Itu bukan angka remeh. Itu bukan karena orang iseng. Tapi karena masyarakat panikβdan ingin tahu.
Bukan karena benci dokter. Tapi karena rasa percayanya terguncang.
Dan ketika kepercayaan terguncang, manusia cenderung mencari jawaban cepat, bahkan kadang dari tempat yang tidak pasti.
Maka jangan disalahkan rakyat yang ribut. Tapi juga jangan ditinggalkan para dokter baik yang diam.
Karena dua-duanya sedang sama-sama bingung.
β¦
Satu Cerita yang Menyentuh Bisa Memicu Ratusan Suara LainβTapi Juga Membawa Luka Baru
Satu utas muncul, lalu dua, lalu puluhan. Beberapa akun anonim bercerita. Beberapa nama muncul di komentar. Ada kesaksian, ada empati, ada amarah.
Dan ya, aku ikut membaca. Kadang sambil terdiam, kadang sambil mengelus dada.
Tapi yang aku takutkan bukan hanya cerita-cerita itu, tapi ketika emosi meluap dan semua dokter ikut digiring dalam satu keranjang generalisasi.
Padahal, aku tahu.
Kita semua tahu.
Dokter yang baik itu lebih banyak jumlahnya.
Yang berjaga saat kita tidur. Yang sabar mendengar keluhan kita tanpa menyela. Yang bahkan diam-diam membantu pasien yang tak mampu.
Mereka ini diam. Bukan karena tak peduli. Tapi karena tak tahu bagaimana harus bicara⦠di tengah keributan.
Dan jangan sampai mereka akhirnya benar-benar memilih diam untuk selamanyaβkarena merasa dilupakan oleh masyarakat yang dulu mereka jaga.
β¦
Mereka yang Pakai Jas Putih Juga Sedang Bertahan di Sistem yang Kadang Tak Adil
Sambil membaca cerita-cerita yang viral, aku juga ingat kisah teman-temanku yang dokter. Yang sudah setahun lebih jaga IGD nyaris tanpa istirahat. Yang ikut program residen, digaji seadanya, tidur di bangsal, makan mi instan, tapi tetap datang paling pagi di ruang operasi.
Mereka juga terluka.
Terbebani tekanan sistem.
Tak punya ruang aman untuk bicara.
Dan sekarang, harus menanggung stigma dari kasus yang mungkin tak pernah mereka tahu.
Di saat korban butuh ruang untuk bicara, para dokter baik juga butuh ruang untuk didengar.
Karena kalau tidak, maka mereka yang selama ini jadi harapan⦠pelan-pelan akan hilang harapan.
β¦
Karena Jas Putih Itu Masih Layak Kita Jaga
Aku tahu tulisan ini tidak sempurna. Tapi aku ingin menulis ini untuk satu alasan: aku tidak ingin kepercayaan kita pada para dokter ikut ambruk karena satu-dua kasus.
Karena jas putih itu terlalu berharga.
Terlalu banyak keringat, pengabdian, air mata, dan malam tanpa tidur yang terkandung di dalamnya.
Kita boleh bicara soal keadilan. Kita bahkan wajib mendengar suara korban.
Tapi jangan biarkan satu gelombang menggulung seluruh dermaga kebaikan yang telah mereka bangun.
Seperti kata seorang guru yang pernah aku dengar:
βKalau satu lilin padam, jangan tiup semua. Nyalakan yang lain, supaya ruangan tetap terang.β
Hari ini, kita bukan sedang kehilangan kepercayaan.
Kita sedang belajar bagaimana menjaga kepercayaan tetap hidup, di tengah badai yang mengguncang.
Dan untuk para dokter yang tetap bertugas, tetap berjaga, tetap diam karena sibuk menyembuhkan:
Kami percaya padamu. Dan kami ingin kamu tahu⦠kamu tidak sendirian.
Wallahu βalam bish showab.