28/08/2025
8 Agustus 2025
We are not double exposing our minds; we are doing multiple exposures. This mind has become a multiple exposure. That’s why the film does not mean anything; it’s a mess. There’s a couplet in Hindi,
‘Ek hi saadhe sub sadhe, sub saadhe sub jaye’
The mind is imposed by so many impressions, the film is stuck. It is not moving, but you are exposing it over and over again. Wake up and see all has been like a dream. It’s finished. It’s not there right now. Then where are your cravings? ‘Oh my God I want this!’
यत्र विश्वमिदं भाति कल्पितं रज्जुसर्पवत् ।
आनंद परमानन्दः स बोधस्त्वं सुखं चर ॥
yatra viçvamidam bhāti
kalpitam rajjusarpavat |
ānandaparamānandaù sa
bodhastvam sukham cara ||
When you can see the entire event as fleeting impositions or happenings, and you remain untouched by them, then you are happy. Joy springs out of you, like a fountain. That is your very nature. Clinging on to the past, to your likes and dislikes, you have bolted the fountain of joy.
It was a dark night. A gentleman was going into a forest with a small torch. From a distance he saw a snake on the path. He stood there waiting for the snake to move. His batteries were running out. If it had
been totally dark he would have passed. But it wasn’t—there was a feeble light, so he could see the snake. He was frightened. He stood there sweating and shivering. The snake seemed to be very adamant. It never moved. It seemed to say that it will move if he moved. That it will make sure he did not move. It was very frustrating for him. He waited and waited, for three to four hours. By that time another person came along with a more powerful torch. He checked and discovered that it was not a snake but just a rope! There was a big sigh of relief! He wondered at his foolishness that he had wasted so much time, shivering and getting angry and fearing the snake, while it was just a rope.
Something which appears to be a big burden, problem or hurdle, that which may seem to take away life, later seems a joke. The gentleman laughed and laughed the rest of the way. Then, the day broke and the entire forest was filled with sunshine and celebration. Birds were singing, peacocks were dancing and streams were flowing. That place, which was so frightening in the dark night, now became a place of celebration. This very universe and the very events in the world which appear to us to be a big botheration, turn around, turn around and become a playing field, a game. When you can see this whole flow of events as temporary, as nonexistent, then you smile even when someone scolds you. When somebody is scolding you, notice the buttons being pushed i.e. something is happening. ‘Oh, what is happening here inside? I am getting angry.
8 Agustus 2025
Kita bukan hanya mengekspos pikiran kita dua kali, tetapi berkali-kali.
Pikiran ini telah menjadi seperti film dengan multiple exposure (banyak lapisan pencitraan). Karena itulah hasil filmnya tidak bermakna; berantakan. Ada sebuah bait dalam bahasa Hindi:
‘Ek hi saadhe sub sadhe, sub saadhe sub jaye’
(Jika satu hal diselesaikan, semua pun selesai; tetapi jika semua hal diselesaikan sekaligus, maka semuanya bisa hilang.)
Pikiran telah dipenuhi begitu banyak kesan dan tumpang tindih. Filmnya macet. Ia tidak bergerak, tetapi kamu terus mengeksposinya berulang kali. Bangunlah dan lihat—semua ini hanyalah seperti mimpi. Sudah selesai. Itu tidak ada sekarang.
Lalu di mana semua hasratmu? “Oh Tuhan, aku menginginkan ini!”
यत्र विश्वमिदं भाति कल्पितं रज्जुसर्पवत् ।
आनंद परमानन्दः स बोधस्त्वं सुखं चर ॥
Yatra viśvam idaṁ bhāti kalpitam rajju-sarpa-vat |
Ānanda-paramānandaḥ sa bodhas tvaṁ sukhaṁ cara ||
Artinya:
“Ketika engkau dapat melihat seluruh dunia ini hanyalah tampilan semu, seperti melihat tali yang dikira ular, maka kesadaran itu adalah kebahagiaan tertinggi. Engkaulah kebahagiaan itu—jalani hidupmu dengan s**acita.”
Ketika kamu melihat seluruh peristiwa sebagai kejadian yang cepat berlalu dan sementara, dan kamu tetap tidak terpengaruh oleh mereka, maka kamu akan bahagia.
Sukacita akan memancar dari dalam dirimu seperti mata air. Itulah sifat sejati dirimu.
Namun karena melekat pada masa lalu, pada s**a dan tidak s**a, kamu telah mengunci mata air s**acita itu.
Ada suatu malam yang gelap. Seorang pria sedang berjalan ke hutan dengan membawa senter kecil.
Dari kejauhan, ia melihat seekor ular di jalan. Ia berdiri diam, menunggu ular itu bergerak. Baterai senternya hampir habis.
Jika saat itu benar-benar gelap gulita, ia mungkin akan terus berjalan tanpa sadar. Tapi karena ada sedikit cahaya, ia bisa melihat ‘ular’ itu. Ia menjadi takut. Ia berdiri di situ, berkeringat dan gemetar. Ular itu tampak tidak mau pergi. Ia seperti mengatakan: “Aku akan bergerak kalau kamu bergerak, tapi aku pastikan kamu tidak bisa bergerak.”
Situasi itu membuatnya sangat frustrasi. Ia menunggu selama tiga sampai empat jam.
Akhirnya, seseorang datang dengan senter yang lebih terang.
Orang itu memeriksa, dan ternyata itu bukan ular, melainkan hanya seutas tali!
Ia menghela napas lega!
Ia merasa lucu terhadap kebodohannya—sudah membuang waktu berjam-jam dengan gemetar ketakutan, padahal hanya karena sebuah tali.
Sesuatu yang tampak seperti beban besar, masalah besar, atau rintangan besar—yang seolah bisa merenggut hidup kita—ternyata hanya lelucon belaka.
Pria itu tertawa sepanjang perjalanan setelah menyadari itu.
Lalu, pagi pun tiba.
Seluruh hutan menjadi terang oleh cahaya matahari.
Burung-burung berkicau, merak menari, dan sungai kecil mengalir dengan tenang.
Tempat yang sebelumnya tampak menakutkan di malam hari, kini berubah menjadi tempat yang penuh perayaan.
Alam semesta ini, dan semua peristiwa dalam hidup yang dulu terasa sangat berat dan mengganggu, tiba-tiba bisa berubah menjadi lapangan permainan.
Ketika kamu menyadari bahwa seluruh aliran peristiwa ini hanya sementara, tidak nyata, kamu bisa tersenyum bahkan ketika seseorang memarahi kamu.
Saat seseorang sedang memarahi kamu, perhatikan ‘tombol-tombol’ dalam dirimu yang sedang ditekan.
“Apa yang sedang terjadi di dalam sini? Aku merasa marah