31/08/2022
Para peneliti telah menemukan bahwa gangguan makan, seperti pesta makan, mengubah respons otak terhadap penghargaan dan pola kontrol untuk asupan makanan, yang dapat mengarah pada penguatan perilaku tersebut.
Memahami bagaimana gangguan makan dan ilmu saraf terkait dapat menjelaskan mengapa gangguan ini sering menjadi kronis dan dapat membantu mengembangkan perawatan di masa depan. Studi yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry, didukung oleh National Institutes of Health.
"Pekerjaan ini penting karena menyatukan faktor biologis dan perilaku yang berinteraksi untuk memengaruhi perilaku makan secara negatif," kata peneliti Janani Prabhakar dari Divisi Penelitian Terjemahan di Institut Kesehatan Mental Nasional.
ERP dan ilmu saraf
Gangguan makan adalah penyakit mental serius yang dapat menyebabkan konsekuensi serius, termasuk kematian. Gangguan makan yang umum meliputi:
- anoreksia nervosa (anoreksia nervosa);
- bulimia nervosa (bulimia nervosa);
- makan berlebihan (binge eating disorder).
Perilaku yang terkait dengan gangguan makan dapat bervariasi dalam jenis dan tingkat keparahan dan termasuk aktivitas seperti makan berlebihan, membersihkan, dan membatasi asupan makanan.
Sebuah studi baru-baru ini diterbitkan menunjukkan bahwa kebiasaan seseorang dengan gangguan makan mempengaruhi sistem penghargaan otak dan kontrol asupan makanan, yang bersama-sama memperkuat perilaku ini.
Memahami bagaimana gangguan makan dan ilmu saraf terkait dapat menjelaskan mengapa gangguan ini sering menjadi kronis dan dapat membantu mengembangkan perawatan di masa depan.
studi 2021
Dalam studi tersebut, Guido Frank, MD, dari University of California, San Diego, dan rekan ingin mengetahui bagaimana perilaku gangguan makan seseorang mempengaruhi respon otak terhadap hadiah, serta bagaimana perubahan respon hadiah mempengaruhi kontrol makanan.
Penelitian ini melibatkan 197 wanita dengan berbagai gangguan makan (termasuk anoreksia nervosa, bulimia nervosa, pesta makan dan gangguan makan dan makan lainnya) dan berbagai indeks massa tubuh (BMI), serta 120 wanita tanpa gangguan makan.
Para peneliti menggunakan pencitraan otak fungsional untuk mempelajari respons otak selama eksperimen penghargaan rasa. Selama percobaan, peserta menerima atau tidak menerima stimulus manis yang tidak terduga (larutan gula).
Para peneliti menganalisis respons otak terhadap hadiah, yang dikenal sebagai "kesalahan prediksi hadiah", sebuah proses pensinyalan terkait dopamin yang mengukur seberapa terkejutnya seseorang ketika mereka menerima stimulus yang tidak terduga. Kesalahan prediksi yang lebih tinggi menunjukkan bahwa orang tersebut lebih terkejut, sedangkan kesalahan prediksi yang lebih rendah menunjukkan bahwa mereka kurang terkejut. Juga telah dipelajari apakah respons otak ini terkait dengan koneksi striatal-hipotalamus ventral di otak, yang bertanggung jawab untuk mengendalikan asupan makanan.
hasil
> Pada kelompok wanita tanpa gangguan makan, tidak ada hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh, gangguan makan, dan respon otak terhadap reward.
> Pada kelompok wanita dengan gangguan makan, ada hubungan antara indeks massa tubuh yang lebih tinggi, makan berlebihan, dan respons yang lebih rendah terhadap kesalahan prediksi hadiah.
Selain itu, pada wanita dengan gangguan makan, arah koneksi ventral striatal-hipotalamus terbalik (dibandingkan dengan wanita tanpa gangguan makan). Selain itu, sambungan diarahkan dari striatum ventral (striatum) ke hipotalamus. Ada hubungan langsung dengan respons terhadap kesalahan prediksi hadiah dan hubungan negatif dengan perasaan lepas kendali setelah makan.
Temuan Studi
Hasil ini menunjukkan bahwa pada wanita dengan gangguan makan, gangguan mereka dan penurunan berat badan atau penambahan berat badan yang berlebihan memengaruhi respons penghargaan dopamin otak, mengubah daerah otak yang terkait dengan kontrol makanan, yang berpotensi memperkuat kebiasaan terkait gangguan makan. Misalnya, wanita dengan anoreksia nervosa dan indeks massa tubuh rendah memiliki respons yang tinggi terhadap kesalahan prediksi penghargaan. Respons ini dapat meningkatkan kontrol atas asupan makanan, memungkinkan para wanita ini untuk menekan sinyal lapar. Kebalikannya berlaku untuk wanita dengan episode pesta makan dan indeks massa tubuh yang lebih tinggi.
Asumsi utama yang dikemukakan oleh para peneliti adalah bahwa kebiasaan perilaku, termasuk perilaku makan, berkontribusi pada kelangsungan dan perkembangan gangguan makan dengan menciptakan respons spesifik seseorang untuk menghargai dan memengaruhi cara seseorang mengonsumsi makanan.