08/10/2025
01:Who Am I to Judge?
Tahun demi tahun saya duduk di bangku “itu”, bertemu dengan ratusan wajah, berbagai nama, berbagai kisah cerita hidup mereka.
Tidak ada satupun yang sama! Setiap individu memiliki kepingan kisah cerita hidup yang membentuk dan membawa mereka ke titik ini.
Memahami kisah hidup yang dialami, memahami apa yang terjadi, apa yang dirasakan, dan mengapa ia melakukan itu di waktu itu senantiasa membawa saya pada sebuah refleksi perenungan “Who Am I to judge!”
Melampaui penghakiman benar dan salah, melihat secara utuh dan menyeluruh, tidak hanya dari satu sisi benar atau salah membawa saya pada kesadaran terus menerus akan kompleksitas manusia. Putih tidak sepenuhnya putih dan hitam tidak sepenuhnya hitam.
Selalu ada cerita di balik sebuah perilaku bahkan perilaku yang paling dihakimi sekalipun. Apa yang terlihat salah tidak jarang adalah mekanisme pertahanan terbaik yang diketahui individu tersebut di waktu itu.
Siapa saya hingga layak menghakimi seseorang yang kisah hidupnya pun tidak pernah saya jalani!
Hal ini membawa ku pada refleksi perenungan berikutnya “to have empathetic and compassionate heart!” Membangun koneksi emosi dengan individu tersebut, melihat, merasakan, dan berpikir dari perspektifnya. Semua dilakukan untuk dapat memahami individu tersebut seutuhnya, apa yang dirasakan, dialami, dan dibutuhkan.
Seringkali seseorang hanya butuh ruang aman untuknya dapat melepas tembok perisai, menjadi dirinya sendiri apa adanya, diterima dan dipahami tanpa penghakiman, tanpa serangan. Maka demikianlah saya menciptakan ruang praktik saya sebagai ruang yang aman.
Dari ruang praktik ini, saya menyaksikan keajaiban demi keajaiban. Ketika seorang individu benar-benar diterima, dihargai, dan dipahami tanpa penghakiman, ia sedang mengalami proses me-manusiakan manusia. Penerimaan ini bukan sekadar kata, melainkan kekuatan penyembuhan terkuat yang dimiliki setiap jiwa. (Fin)