14/10/2025                                                                            
                                    
                                                                            
                                            TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Siang itu, ruang kerja Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang terasa lengang. Di balik tumpukan berkas laporan, dr. Marciana Halek menatap serius. 
Suaranya pelan, namun tegas ketika mengungkap sesuatu yang selama ini mungkin tak disadari banyak orang.
Nada suaranya datar, tapi isi kalimatnya seperti petir di siang bolong.
Marciana mengisahkan semua berawal dari laporan satu sekolah. Dimana seorang murid laki-laki dilaporkan memperlihatkan tubuhnya kepada teman perempuan saat pergantian pakaian untuk pelajaran olahraga
 Dari sinilah semuanya terbuka. Petugas menemukan sebuah grup WhatsApp besar bernama "Grup SMP Se-Kota Kupang." 
Di dalamnya, ratusan siswa dari berbagai Sekolah Menengah Pertama (SMP) bergabung, saling berbagi gambar, stiker, dan bahasa yang berbau pornografi.
"Anak-anak ini tidak merasa bersalah. Mereka menganggap percakapan seperti itu hal biasa," ujar Marciana.
Dari dunia maya, hubungan itu kemudian berlanjut ke dunia nyata hingga terjadi praktik prostitusi antar-anak.
Salah satu anak, sebut saja M, menjadi perantara.
Ia menjual teman-temannya dengan keuntungan Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per transaksi. 
Harga "transaksi" mereka mulai dari Rp 500 ribu. Kasus M akhirnya bergulir ke pengadilan, dan vonis dijatuhkan: 10 tahun penjara.
"Dia sudah divonis bulan lalu," ujar Marciana.
"Dari 25 anak yang kami dampingi, 15 di antaranya kini berada di rumah perlindungan anak. Mereka perlu pemulihan fisik dan psikis yang cukup lama," lanjutnya.
Menurut Marciana, sebagian besar anak-anak itu bukan berasal dari keluarga miskin.
Dorongan mereka bukan soal uang, tapi tentang sesuatu yang lebih dalam, keinginan untuk diterima, untuk punya teman, untuk merasa dicintai.
Salah satu anak, sebut saja M, menjadi perantara.
Ia menjual teman-temannya dengan keuntungan Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per transaksi. 
Harga "transaksi" mereka mulai dari Rp 500 ribu. Kasus M akhirnya bergulir ke pengadilan, dan vonis dijatuhkan: 10 tahun penjara.
"Dia sudah divonis bulan lalu," ujar Marciana.
"Dari 25 anak yang kami dampingi, 15 di antaranya kini berada di rumah perlindungan anak. Mereka