21/07/2022
UTERINE RUPTURE / RUPTURA UTERI /
ROBEKAN RAHIM / RAHIM JEBOL / RUPTUR UTERUS
Ruptur uteri adalah pembelahan total dari ketiga lapisan rahim: endometrium (lapisan rahim bagian dalam), miometrium (lapisan otot rahim), dan perimetrium (lapisan permukaan luar serosa). Dokter kandungan/ bidan/ dokter umum harus waspada terhadap tanda dan gejala ruptur uteri. Ruptur uteri dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang serius baik bagi wanita maupun neonatus (janin dalam kandungan/ janin baru lahir).[1] Kebanyakan ruptur uteri terjadi pada wanita hamil, meskipun ada juga laporan terjadinya ruptur uteri pada wanita yang tidak hamil yaitu ketika rahim terkena trauma keras/ tajam, infeksi, atau kanker.[2]
Dehiscence uteri/ uterine dehiscence adalah kondisi yang serupa dengan ruptur uteri tetapi ditandai dengan pembelahan/ robekan rahim yang tidak lengkap alias yang tidak menembus semua lapisan rahim (lihat jumlah lapisan-lapisan rahim di paragraf atas). Dehiscence uterus dapat menghasilkan semacam lapisan tembus pandang pada uterus, gampangnya mirip-mirip jendela kaca gitulah — yang merupakan penipisan dinding uterus yang memungkinkan janin terlihat melalui miometrium (lapisan otot rahim), biasanya sih saat operasi sesar dokter kandungan lumayan sering melihat uterus dehiscence berupa tampak bayang-bayang kepala janin dibalik rahim. Bahkan sangat sering dehiscence uterus ditemukan pada pasien tanpa gejala apapun.[3] Tidak ada standar manajemen atau terapi khusus untuk mengatasi dehiscence uterus pada ibu bersalin yang pada pemeriksaan denyut jantung janin didapatkan jumlah denyutan dan frekwensi denyutan jantung janin yang stabil.
Dehiscence uteri pada kehamilan aterm sering ditangani dengan persalinan sesar, sementara manajemen ekspektatif alias ditunggu hamil berjalan makin tua sambil deg-deg an (dokternya maupun ibu hamilnya) telah terbukti berhasil bila ditemukan ada dehiscence uteri pada usia kehamilan masih preterm (masih kurang bulan atau hamil muda); dehiscence pada hamil muda ini kadang-kadang (tidak selalu) dapat ditemukan oleh dokter kandungan pada saat USG didapatkan ketebalan dinding rahim pada bagian tertentu yang tebalnya yang kurang dari 5mm.[4] Nah… masih bertanya lagi kenapa kok dokter cucuk selalu mengedukasi wanita hamil supaya kalo USG itu sebaiknya ke dokter kandungan ??? nyesel gak sekarang ???
Terjadinya peningkatan robekan rahim diseluruh dunia disebabkan karena adanya TOLAC (trial of labor after cessarean section) yaitu percobaan persalinan secara normal pada wanita hamil pada bekas sesar. Perlu diingat bahwa walopun resiko robekan rahim pada wanita pada bekas sesar yang mencoba persalinan normal itu kecil, tetapi setiap surat persetujuan TOLAC atau VBAC (vaginal birth after cessarean surgery) itu WAJIB mencantumkan adanya resiko robekan rahim pada saat dilakukannya TOLAC/ VBAC. Bolehkah melakukan VBAC/ TOLAC tanpa persetujuan tertulis ? bagi saya jawabannya adalah TIDAK BOLEH karena bila terjadi robekan rahim maka sepanjang pengetahuan saya, belum ada RS Swasta yang mampu melakukan operasi sesar darurat dalam waktu kurang dari 30 menit. Karena memang sumber daya di RS swasta di seluruh dunia adalah terbatas. Saya pernah membaca di salah satu tulisan yang terafiliasi dengan persatuan dokter kandungan Amerika Serikat (ACOG) bahwa sebaiknya bila memungkinkan maka VBAC/ TOLAC dilakukan di RS pendidikan atau RS yang memiliki attending physicians di tempat alias ngendon di RS saat berlagsungnya proses VBAC. Tidak hanya dokter kandungan, tetapi melibatkan seluruh team dokter dan team kamar operasi harus berada di tempat (di RS tersebut). Kalo hal tersebut tak terpenuhi maka sebaiknya wanita hamil dan dokter kandungan berdiskusi ulang karena kondisi kesiapan setiap RS berbeda-beda.
APA SIH PENYEBAB TERJADINYA RUPTUR UTERI ?
Dalam wanita hamil, ada dua populasi wanita hamil yang berisiko mengalami ruptur uteri, yaitu:
1. mereka yang memiliki bekas luka miometrium dari operasi sebelumnya, atau bahasa gampangnya adalah wanita hamil yang pernah operasi sesar dan atau wanita hamil yang pernah mengalami operasi pada dinding rahim,
2. wanita hamil yang memiliki rahim mulus alias tanpa bekas operasi apapun.
Terdapat peningkatan besar dalam jumlah operasi caesar di Amerika Serikat selama lima dekade terakhir. Tingkat operasi caesar meningkat sebesar 25% antara tahun 1970 dan 2016.[5] Nah para dokter kandungan Amerika Serikat dan tentunya juga pemerintah Amerika Serikat memunculkan TOLAC sebagai salah satu strategi untuk menurunkan angka kelahiran sesar pada wanita hamil bekas sesar. TOLAC telah terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu selama kehamilan.[6] Sementara kelahiran pervaginam yang sukses akibat TOLAC dikaitkan dengan morbiditas (komplikasi) yang lebih rendah daripada persalinan operasi sesar elektif/ operasi sesar terjadwal, tetapi TOLAC yang gagal akan berakhir dengan persalinan operasi sesar emergensi/ operasi sesar darurat dengan lebih banyak morbiditas (komplikasi) daripada persalinan sesar elektif/ terjadwal.[5][7] Dengan demikian, keamanan persalinan normal pervaginam pada bekas operasi sesar (TOLAC) secara langsung terkait dengan kemungkinan kelahiran pervaginam yang berhasil. Kalo udah mencoba untuk TOLAC lalu terjadi kegagalan maka resiko komplikasinya justru makin besar karena terpaksa harus operasi sesar emergensi/ operasi sesar darurat. Di antara komplikasi yang terkait dengan TOLAC, ruptur uteri dikaitkan dengan peningkatan terbesar dalam morbiditas ibu dan bayi.[5] Selanjutnya, diperkirakan bahwa tingkat ruptur uteri kira-kira 15-30 kali lebih tinggi pada wanita yang menjalani TOLAC dibandingkan dengan kelahiran sesar berulang yang terjadwal/ operasi sesar elektif.[7][6]
Pada wanita hamil yang melakukan TOLAC maka resiko rupture uteri dapat disebabkan oleh:
1. bekas operasi sesar yang irisan rahimya/ insisi rahimnya berada pada garis tengah (terbalik T atau J atau operasi caesar klasik). Dikatakan bahwa insisi sesar klasik memiliki risiko 2-3x lebih tinggi untuk ruptur uteri dibandingkan dengan sayatan transversal segmen rendah.[6][8]
2. Pemberian misoprostol untuk memulai proses persalinan normal dikaitkan dengan peningkatan angka terjadinya ruptur uteri.[5]
a. American College of Obstetricians and Gynecologists sekarang merekomendasikan pemberian misoprostol kepada wanita yang menjalani TOLAC, dengan pengecualian hanya diberikan kepada wanita dengan kematian janin.[5]
b. Oh iya… bila sudah pernah persalinan pervaginam (persalinan normal) sebelumnya secara signifikan mengurangi risiko ruptur uteri pada proses persalinan berikutnya. Tetapi tetap saja tak ada jaminan bahwa tak akan terjadi ruptur uteri. Saya ada pengalaman wanita hamil dengan hamil ke 4. Hamil pertama normal. Hamil ke 2 operasi sesar. Hamil ke 3 persalinan normal. Hamil ke 4 robekan rahim. Jadi tidak ada hubungan pasti bahwa kalo sudah pernah melahirkan normal bahkan sudah pernah berhasil TOLAC/ VBAC maka tidak akan terjadi robekan rahim/ ruptur uteri.
Pecahnya rahim/ robekan rahim tanpa jaringan parut akan menyebabkan morbiditas (komplikasi) ibu dan bayi secara signifikan lebih banyak/ lebih parah daripada pecahnya rahim yang telah memiliki bekas luka/ bekas sesar/ bekas operasi sebelumnya.[1]
Penyebab terjadinya robekan rahim pada wanita hamil yang belum pernah operasi sesar adalah sebagai berikut:
1. Trauma.
Trauma ini dapat disebabkan oleh banyak hal misalnya kecelakaan lalu lintas, pukulan dari luar, dorongan pada perut oleh bidan saat bersalin, kristeller manuver saat persalinan sungsang, pengawasan proses persalinan yang salah/ lalai, panggul sempit, ketidak-sesuaian antara kepala atau bagian terendah janin yang akan turun ke jalan lahir dengan ukuran panggul yang akan dilewatinya, pemaksaan untuk lahir normal, dll.
2. Kelainan genetik yang terkait dengan kelemahan dinding rahim. Misalnya sindroma ehlers danloss.
3. Induksi atau augmentasi persalinan yang berkepanjangan. Nah… perlu dicamkan baik-baik bahwa kejadian robekan rahim pada proses persalinan pada wanita yang belum pernah operasi sesar sangat sering terjadi pada kondisi saat diberikan obat induksi persalinan, misalnya induksi oxytocin/ rangsangan persalinan. Itulah sebabnya setiap induksi oxtocin/ rangsangan persalinan WAJIB dilakukan di RS karena telah tersedia fasilitas operasi sesar emergensi bilamana terjadi robekan rahim pada saat induksi persalinan. Induksi persalinan/ rangsangan persalinan tidak boleh dilakukan di klinik bersalin atau rumah bidan atau klinik bidan atau puskesmas. Kenapa ? karena selama proses induksi diperlukan pengawasan ketat terhadap:
a. Kekuatan kontraksi rahim
b. Penurunan bagian terendah janin/ kepala janin ke dalam jalan lahir.
c. Kemungkinan adanya CPD (cephalo-pelvic disproportion) yang terjadi kemudian disaat persalinan sedang berlangsung.
d. Kondisi kesehatan janin saat proses induksi berlangsung.
e. Kondisi rahim wanita hamil saat induksi/ rangsangan persalinan berlangsung.
f. Kemajuan persalinan.
4. Peregangan berlebihan pada dinding rahim. Misalnya pada janin kembar, kembar air (polihidramnion), janin besar > 3500gram, ada tumor di dinding rahim, dll.
Menurut pengalaman saya pribadi, kejadian robekan rahim pada wanita hamil yang bukan bekas sesar juga disebabkan oleh tidak terawasinya dengan baik proses persalinan, tidak mengetahui munculnya bahaya robekan rahim, pemakaian partograf (tabel persalinan) yang asal-asalan, kelalaian medis, evaluasi selama proses bersalin tak dilakukan atau salah dalam evaluasi, dll.
BAGAIMANA PENANGANAN BILA TERJADI ROBEKAN RAHIM ?
Jawabannya ada 2 yaitu:
1. Jangan sampai terjadi robekan rahim. Terutama pada wanita hamil yang belum pernah operasi sesar. Jangan memaksakan untuk persalinan secara normal bila dari hasil evaluasi ternyata terjadi kemacetan persalinan. Ingat ! dokter kandungan dan bidan serta dokter umum TIDAK BOLEH berpedoman PRO PERSALINAN NORMAL karena hal ini adalah sesat dan salah besar. Yang betul adalah setiap tenaga kesehatan yang melakukan pertolongan persalinan pada wanita hamil mesti berpedoman PRO INDIKASI MEDIS.
2. Operasi sesar darurat. Kalo sempat… kalo gak sempat ? ya pasiennya mati saat dirujuk ke UGD RS. Kecepatan aliran darah wanita hamil itu sirkulasinya 600cc darah per menit alias setengah liter darah. Nah jumlah darah total manusia itu adalah 4.5 liter darah. Jadi kalo sampai terjadi robekan rahim pada wanita yang bukan bekas operasi sesar maka secepat-cepatnya rujukan maka nyaris tak akan bisa terkejar oleh dokter kandungan untuk melakukan operasi sesar darurat. Belum lagi bila saat operasi didapatkan robekan pada sisi-sisi rahim yang sulit untuk di lakukan operasi perbaikan sehingga dapat mengakibatkan wanita hamil mati di meja operasi karena dokter kandungan kekurangan waktu dan perdarahan sudah terlanjur banyak.
Oke deh… saya dah capek nih nulisnya… selamat membaca dan jadilah ibu hamil yang cerdas serta rajin membaca… berhati-hatilah saat hamil…
Jangan tergiur dengan promo-promo biaya USG murah… jangan gampang tergiur dengan gambar USG kuning (foto bayi dalam kandungan)… justru USG yang hitam putih itu yang dibutuhkan oleh ibu hamil… syukur-syukur bila gambar janin hitam putihnya pake alat USG 4 dimensi karena akan makin jelas…
Ingat… setiap langkah manusia itu ada biayanya contoh pipis aja mesti bayar, BAB mesti bayar, minum mesti bayar, dll. Ada harga ada rupa… ada harga ada kualitas…
Oh iya… hampir lupa… tulisan saya ini saya buat berdasarkan sumber-sumber ilmiah kedokteran sebagai berikut:
1. Gibbins KJ, Weber T, Holmgren CM, Porter TF, Varner MW, Manuck TA. Maternal and fetal morbidity associated with uterine rupture of the unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol. 2015 Sep;213(3):382.e1-6. [PubMed]
2. Herrera FA, Hassanein AH, Bansal V. Atraumatic spontaneous rupture of the non-gravid uterus. J Emerg Trauma Shock. 2011 Jul;4(3):439. [PMC free article] [PubMed]
3. Guiliano M, Closset E, Therby D, LeGoueff F, Deruelle P, Subtil D. Signs, symptoms and complications of complete and partial uterine ruptures during pregnancy and delivery. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2014 Aug;179:130-4. [PubMed]
4. Hamar BD, Levine D, Katz NL, Lim KH. Expectant management of uterine dehiscence in the second trimester of pregnancy. Obstet Gynecol. 2003 Nov;102(5 Pt 2):1139-42. [PubMed]
5. ACOG Practice Bulletin No. 205: Vaginal Birth After Cesarean Delivery. Obstet Gynecol. 2019 Feb;133(2):e110-e127. [PubMed]
6. National Institutes of Health Consensus Development conference statement: vaginal birth after cesarean: new insights March 8-10, 2010. Obstet Gynecol. 2010 Jun;115(6):1279-1295. [PubMed]
7. Guise JM, Denman MA, Emeis C, Marshall N, Walker M, Fu R, Janik R, Nygren P, Eden KB, McDonagh M. Vaginal birth after cesarean: new insights on maternal and neonatal outcomes. Obstet Gynecol. 2010 Jun;115(6):1267-1278. [PubMed]
8. Landon MB, Hauth JC, Leveno KJ, Spong CY, Leindecker S, Varner MW, Moawad AH, Caritis SN, Harper M, Wapner RJ, Sorokin Y, Miodovnik M, Carpenter M, Peaceman AM, O'Sullivan MJ, Sibai B, Langer O, Thorp JM, Ramin SM, Mercer BM, Gabbe SG., National Institute of Child Health and Human Development Maternal-Fetal Medicine Units Network. Maternal and perinatal outcomes associated with a trial of labor after prior cesarean delivery. N Engl J Med. 2004 Dec 16;351(25):2581-9. [PubMed]