10/05/2024
Bab I
BAYANGAN YANG RETAK
Di sebuah senja yang hening, cahaya merah senja menyusup melalui jendela kamar tidur mereka yang dulu hangat.
Di sudut ruangan, seorang wanita duduk, terdiam dalam keheningan. Matanya memancarkan kekosongan, mencerminkan kelelahan yang mendalam.
Di sebelahnya, tempat tidur yang kosong, menyiratkan kepergian yang baru saja terjadi. Dalam keheningan itu, kilatan memori menyusup kembali, mengingatkannya pada setiap kata yang menusuk hati, setiap kebohongan yang melukainya. Dalam kegelapan yang menghimpit, dia meraba-raba di antara reruntuhan rumah tangganya yang hancur.
Rasa sakit memenuhi ruangan, mengikatnya dalam belenggu yang tak terlihat. Dia merenung, mengingat kembali saat-saat bahagia yang kini hanya jadi bayangan. Saat itu, rumah ini dipenuhi tawa dan cinta, tetapi sekarang, hanya ada kekosongan yang menyedihkan.
Angin malam membawa desiran kesedihan, membelai pipinya yang pucat. Namun, di tengah gelapnya, tumbuhlah sebuah keberanian yang tulus dari dalam dirinya. Keberanian untuk bangkit dari puing-puing kehancuran yang menghantamnya.
Dengan langkah gemetar, dia berdiri, menatap bayangan retak di dinding.
Bayangan itu, seperti cermin yang merefleksikan kehidupannya yang hancur, memberinya kekuatan baru. Dia tahu, perjalanan ini tidak akan mudah. Namun, di dalam dirinya, terpendam api yang tak terpadamkan, keinginan untuk mengubah takdirnya sendiri.
Dengan langkah-langkah ragu namun mantap, dia meninggalkan kamar tersebut, siap menghadapi dunia yang baru dan mengejar cahaya di ujung terowongan yang gelap.
Di antara keheningan malam, suara langkahnya bergema, menyusuri lorong-lorong rumah yang dulu dipenuhi cinta.
Dia tidak tahu apa yang menantinya di luar sana, tetapi dia tahu bahwa dia harus melangkah maju. Dengan setiap langkah, dia membangun kembali kekuatan dalam dirinya yang telah lama terkubur di bawah lapisan-lapisan luka. Dan dengan hati yang terbuka, dia memulai perjalanan untuk menyembuhkan bayang-bayang yang retak dan menemukan cahaya di tengah kegelapan.