01/09/2025
Kondisi demonstrasi yang terjadi saat ini tidak lagi murni sebagai bentuk penyampaian aspirasi. Situasinya sudah kompleks karena banyak pihak menunggangi gerakan tersebut. Di lapangan, sasarannya bisa sangat acak: gedung DPR, kantor pemerintah, toko, bahkan rumah warga yang sama sekali tidak terkait. Keadaan menjadi lebih berbahaya karena tempat yang dianggap aman sekalipun berpotensi menjadi target. Kantor atau usaha milik orang yang tidak bersalah bisa sewaktu-waktu terkena dampak, sebagaimana terlihat pada berbagai kasus di lapangan.
Perbedaannya dengan peristiwa 1998 cukup jelas. Saat itu, meski ada penunggang kepentingan, kerusuhan tetap terpusat di Jakarta. Kini, demonstrasi meluas hampir di setiap kota. Titik yang dulu relatif aman bisa berubah menjadi rawan, dengan pembakaran, penjarahan, dan kerusuhan kecil yang dapat terjadi di mana saja. Spektrumnya bercampur: ada massa yang sungguh-sungguh menyampaikan aspirasi, ada yang ditunggangi, ada oportunis, hingga kriminal murni.
Contoh konkret sudah terlihat. Di Jakarta Pusat (Senen), kepanikan akibat gas air mata berujung pada penjarahan sejumlah toko. Di Surabaya, sisi barat Gedung Negara Grahadi terbakar pada Minggu malam, 31 Agustus 2025. Api melahap beberapa ruang kantor pemerintahan, termasuk ruang kerja Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak—bukan rumah dinasnya, sebagaimana diklarifikasi lembaga cek fakta. Di Bandung, 29 Agustus 2025, kerusuhan di sekitar Gedung DPRD Jabar memicu pembakaran water barrier, pelemparan batu dan molotov; laporan lanjutan menyebut rumah dan kendaraan juga terbakar, serta Mess MPR RI di Jalan Diponegoro terdampak.
Secara nasional, gelombang aksi dipicu kontroversi tunjangan perumahan anggota DPR, memuncak setelah tewasnya Affan Kurniawan (pengemudi ojol) yang tertabrak kendaraan taktis di Jakarta pada 28 Agustus. Pemerintah merespons dengan mencabut sejumlah fasilitas DPR, membatasi perjalanan luar negeri anggota DPR, dan memerintahkan aparat bertindak tegas terhadap penjarahan. Media mencatat korban jiwa di berbagai daerah, termasuk Sumari (60 tahun) di Solo, serta laporan penyerangan rumah pejabat seperti rumah Menteri Keuangan.
Ringkasan titik terdampak per 1 September 2025:
• Jakarta Pusat (Senen): penjarahan sejumlah toko, puluhan warga tumbang akibat gas.
• Surabaya – Gedung Negara Grahadi: ruang kerja Wagub Emil Dardak dan ruangan lain hangus terbakar; bukan rumah dinas.
• Bandung – sekitar DPRD Jabar & Jl. Diponegoro: pembakaran water barrier, lemparan molotov; rumah & mobil terbakar; Mess MPR RI terdampak.
Dalam kondisi seperti ini, kewaspadaan sangat penting. Bukan berarti hidup dalam ketakutan, melainkan menjaga ketenangan sambil tetap siaga. Perlindungan fisik perlu: menghindari area rawan, memperkuat keamanan rumah dan usaha, memastikan jalur evakuasi, hingga menyiapkan dokumentasi jika terjadi kerusakan. Namun perlindungan tidak berhenti pada aspek fisik; perlindungan energi dan spiritual sama pentingnya.
Ketahanan spiritual adalah kunci di tengah gejolak. Hening napas 4–6 menit setiap beberapa jam menjaga sistem saraf tetap tenang. Visualisasi perisai energi di rumah atau tempat usaha meneguhkan niat proteksi. Penjernihan berkala dengan wewangian, simpul niat keluarga sebelum beraktivitas, dan etika berbagi informasi yang menyejukkan membantu menjaga stabilitas batin sekaligus ekologi psikis kolektif. Energi yang stabil melindungi diri dari arus kepanikan massal, sekaligus memancarkan vibrasi ketenangan ke lingkungan sekitar.
Semakin banyak orang yang mampu menjaga kejernihan batin, semakin kecil peluang energi kekacauan menguasai ruang publik. Proteksi spiritual bukan hanya upaya personal, melainkan kontribusi nyata untuk keseimbangan sosial. Dunia yang tengah menghadapi gelombang perubahan besar menuntut kesiapan di segala lini: fisik, mental, dan batin. Ketika proteksi lahir dan batin berjalan seimbang, maka ketahanan kolektif dapat terbentuk, dan ruang untuk kekacauan semakin menyempit.
Untuk kondisi proteksi diri dan lingkungan di tengah situasi kacau, mudra yang paling pas adalah Abhaya Mudra.
✨ Abhaya Mudra (Mudra Perlindungan & Keberanian)
Bentuk: telapak tangan kanan diangkat sejajar dada atau wajah, jari-jari lurus menghadap ke depan, telapak terbuka. Tangan kiri bisa rileks di pangkuan atau di samping tubuh.
Makna: “tidak takut” dan perlindungan dari energi negatif.
Efek: menenangkan batin, membangkitkan rasa aman, dan memancarkan aura proteksi ke sekitar.
👉 Bisa dipadukan dengan mantra niat sederhana, misalnya dalam hati ucap:
"Saya aman, rumah ini aman, lingkungan ini damai."
Kalau ingin proteksi ruang/keluarga, duduk sebentar dengan Abhaya Mudra, bayangkan cahaya keluar dari telapak tangan membentuk perisai yang melindungi rumah.
Abhaya Mudra adalah gestur atau gerakan tangan dalam agama Hindu dan Buddha yang melambangkan perlindungan, kedamaian, dan penghilangan rasa takut. Gestur ini dilakukan dengan mengangkat tangan kanan (atau kadang kedua tangan) ke ketinggian bahu, dengan telapak tangan menghadap keluar dan jari-jari terentang ke atas, menunjukkan bahwa tangan tidak bersenjata dan memberikan rasa aman.
Makna dan Simbolisme
Perlindungan:
Gestur ini dianggap sebagai perisai, memberikan perlindungan ilahi dan ketenangan kepada yang melihatnya.
Keberanian dan Kepercayaan Diri:
Kata "Abhaya" sendiri berarti "tanpa rasa takut", dan mudra ini digunakan untuk membangkitkan keberanian, kepercayaan diri, dan rasa aman dalam diri seseorang.
Kedamaian:
Mudra ini juga melambangkan perdamaian dan persahabatan, menunjukkan bahwa tidak ada ancaman atau niat buruk.
Ketenangan:
Gestur ini juga memiliki makna menenangkan, sering kali terlihat pada patung-patung Buddha yang menenangkan gajah yang mengamuk.
Cara Melakukan Abhaya Mudra
Posisi Tubuh: Duduklah dengan punggung lurus dan rileks.
Tangan Kanan: Angkat tangan kanan setinggi bahu, dengan telapak tangan menghadap ke luar dan jari-jari mengarah ke atas.
Lengan: Tekuk siku dengan nyaman, biarkan lengan sedikit rileks.
Fokus: Pertahankan pandangan ke depan atau tutup mata untuk fokus pada napas.
Visualisasi: Visualisasikan diri Anda diselimuti oleh keberanian dan perlindungan saat menahan posisi ini.
Dalam Seni dan Praktik
Ikonografi:
Abhaya Mudra adalah salah satu gestur tangan paling dikenal dalam seni Buddha dan Hindu, sering digambarkan pada patung-patung Buddha, Ganesha, dan dewa-dewi lainnya.
Praktik Meditasi:
Dalam yoga dan meditasi, mudra ini dapat digunakan sebagai alat untuk melepaskan ketakutan dan kecemasan batin, membantu menumbuhkan ketahanan emosional dan keberanian.