HABIB IDRUS pijat bekam dll

HABIB IDRUS pijat bekam dll habib idrus

26/10/2025
26/10/2025

Setangkup Surga di Keranjang Pisang

Pagi menyapa dengan embun yang masih menggantung di pucuk daun. Namun, sebelum matahari benar-benar naik, Mbok Nah sudah sibuk di dapur kecilnya. Bukan untuk memasak sarapan mewah, melainkan menyiapkan dagangan: pisang kepok yang sudah ranum, diiris, lalu digoreng garing menjadi pisang goreng renyah, dan beberapa sisir pisang tanduk yang siap jual.

Mbok Nah, dengan usianya yang hampir setengah abad, adalah seorang janda yang sudah lima belas tahun memanggul nasib sendirian. Bahunya yang mulai membungkuk bukan karena lelah usia, melainkan karena beban hidup yang ia pikul demi satu-satunya permata hatinya, Rizal.

"Rizal, Nak, jangan lupa sarapan ya. Ibu sudah siapkan nasi dengan telur dadar di meja," ujar Mbok Nah sambil merapikan kain gendongan di bahunya, tempat ia meletakkan keranjang pisang.

Rizal, kini duduk di bangku SMP, hanya mengangguk pelan dari meja belajar. Ia tahu, jam segini adalah waktu ibunya berpamitan untuk ‘berburu rezeki’ ke sudut-sudut kota.

"Hati-hati, Bu. Jangan pulang terlalu malam," balas Rizal dengan nada khawatir yang selalu sama.

Keranjang pisang itu terasa berat, berisi harapan dan doa. Mbok Nah menempuh jalanan bebatuan yang berdebu di pinggiran desa, lalu menyusuri trotoar beton di kawasan perumahan elit. Kakinya yang hanya beralas sandal jepit sudah hapal setiap lekuk jalan, setiap tanjakan, dan setiap belokan. Ia tak punya sepeda, apalagi motor. Semua ia lakukan dengan berjalan kaki, dari rumah ke rumah, dari warung ke warung.

"Pisang, Bu… pisang! Pisang goreng hangat, pisang tanduk manis!" serunya dengan suara yang perlahan serak.

Cacian kadang ia terima, tolakan sudah jadi makanan sehari-hari. Pernah suatu ketika, hujan turun lebat, membuat pisang gorengnya dingin dan pisang segarnya basah. Ia hanya bisa berteduh di teras ruko yang tertutup, mendekap erat keranjang pisangnya seperti mendekap nyawanya sendiri. Hari itu, ia pulang dengan tangan hampa dan badan menggigil.

Namun, yang membuat Mbok Nah tidak pernah berhenti adalah bayangan masa depan Rizal. Ia ingin anaknya sekolah tinggi, tidak berakhir seperti dirinya yang hanya lulusan SD. Uang hasil penjualan pisang itu ia sisihkan ketat: sebagian kecil untuk makan, sebagian untuk listrik dan kontrakan petak, dan sebagian besar untuk biaya sekolah Rizal—membeli buku, seragam, dan iuran bulanan.

Rizal tahu betul pengorbanan ibunya. Setiap kali ia melihat kaki ibunya lecet dan memerah, setiap kali ia mencium bau keringat dan debu yang melekat di baju ibunya, hati kecilnya perih. Ia belajar dengan giat, menjadi murid teladan, karena ia tahu, itulah satu-satunya cara ia bisa membalas keringat Mbok Nah.

Suatu sore, Mbok Nah pulang dengan wajah yang berseri. Keranjangnya kosong.

"Alhamdulillah, Nak. Hari ini laku semua! Uangnya cukup untuk beli sepatu barumu!" serunya sambil meletakkan beberapa lembar uang lusuh di atas meja.

Rizal menghampiri ibunya, meraih tangan yang kasar dan penuh urat itu, lalu menciumnya lama.

"Bu, kenapa Ibu tidak beli sepatu untuk Ibu juga? Sandal Ibu sudah bolong," tanya Rizal, air matanya tak terbendung.

Mbok Nah tersenyum, senyum tulus yang memancarkan keteduhan yang luar biasa. Ia mengusap kepala anaknya.

"Sepatu Ibu? Ah, ini tidak apa-apa, Nak. Kaki Ibu sudah terbiasa. Rizal harus pakai sepatu bagus agar semangat ke sekolah. Kau tahu, Nak? Ibumu ini tidak perlu sepatu baru, karena pijakan Ibu yang sesungguhnya ada di langkah suksesmu."

Malam itu, di kontrakan petak yang sederhana, Rizal memeluk ibunya. Ia mencium bau keringat, bau pisang, dan bau lelah yang bercampur menjadi satu. Di dalam pelukan itu, ia merasakan kehangatan yang tak tertandingi. Ia menyadari, setiap langkah kaki ibunya yang berdebu, setiap seruan lirih yang menawarkan pisang, adalah jembatan menuju masa depannya.

Rizal memejamkan mata. Ia tahu, meski ia hanya punya selembar atap reot dan sekeranjang pisang di hidupnya, ia memiliki sesuatu yang jauh lebih berharga: surga yang berwujud seorang ibu, yang tanpa lelah terus berjalan, demi melihat anaknya terbang tinggi.

Hikmah Cerita dan Refleksi

Kisah perjuangan Mbok Nah dan Rizal mengajarkan kita tentang makna sejati dari pengorbanan dan cinta tak bersyarat.

1. Pengorbanan Ibu Adalah Investasi Terbesar: Mbok Nah rela menempuh ribuan langkah di bawah terik matahari dan hujan, menahan rasa lelah dan malu, hanya agar anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Ini menunjukkan bahwa cinta ibu bukan hanya kata-kata, melainkan tindakan nyata yang diwujudkan dalam setiap tetes keringat dan air mata.

2. Kesederhanaan Adalah Keberkahan: Meskipun hidup dalam keterbatasan, Mbok Nah dan Rizal memiliki kekayaan yang tak ternilai: kasih sayang, kejujuran, dan harapan. Mereka membuktikan bahwa kebahagiaan sejati tidak diukur dari kemewahan, tetapi dari ketulusan hati dan rasa syukur.

3. Membalas Jasa Bukan Hanya dengan Materi: Rizal membalas jasa ibunya dengan belajar giat dan menjadi anak yang sholeh. Ini adalah bentuk bakti yang paling mulia, yaitu mewujudkan harapan dan doa orang tua agar kita menjadi orang yang sukses dan berakhlak baik.

4. Harapan kepada Semua Anak: Berbaktilah kepada Ibumu
Wahai anak-anak di mana pun kalian berada, ingatlah selalu:

"Ibumu adalah Surgamu."

Kalimat ini bukan hanya pepatah, melainkan janji Tuhan yang nyata.

1. Hormati dan Hargai Setiap Pengorbanannya: Setiap hari yang Ibu jalani adalah pengorbanan. Hargai setiap masakan yang ia siapkan, setiap pakaian yang ia cuci, dan setiap lelah yang ia sembunyikan demi senyummu.

2. Jadilah Penyejuk Hatinya: Berbaktilah dengan perkataan yang lembut, tidak meninggikan suara, dan selalu bersikap sopan santun. Jangan pernah menyakiti perasaannya, karena tangisan seorang ibu adalah gempa yang mengguncang pintu rezeki dan kebahagiaanmu.

3. Angkat Derajatnya dengan Prestasi dan Akhlak: Belajarlah dengan tekun, bekerja keras, dan jadilah pribadi yang jujur serta bertanggung jawab. Dengan kesuksesanmu, engkau mengangkat martabatnya dan menjadikan semua lelahnya terbayar lunas.

4. Doakanlah Ia Selalu: Doa anak yang tulus adalah hadiah terindah bagi orang tua. Dalam setiap sujud dan doamu, selipkan nama ibumu.

Ingatlah: Pintu Surga ada di bawah telapak kaki Ibu. Berjuanglah untuk membahagiakannya, karena dengan ridonya, hidupmu akan dipenuhi berkah dan kemudahan di dunia, dan engkau akan mendapatkan kebahagiaan abadi di akhirat.

Mari Sejenak Kita Panjatkan Doa Ini:

"Ya Tuhan, lindungilah Ibu kami dari segala kesulitan dan sakit. Berikanlah beliau kesehatan yang sempurna, kebahagiaan yang tak terhingga, dan umur yang penuh berkah. Balaslah setiap lelahnya dengan surga terbaik-Mu. Ampunilah segala dosa dan khilafnya, dan jadikanlah kami anak yang mampu membahagiakan dan membanggakan beliau di sisa usianya.

Amin."

26/10/2025
26/10/2025
25/10/2025
17/06/2025

Pagihari ogor

Address

Jalan Cigadog Kp Nanggorak Jati
Singaparna
46464

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when HABIB IDRUS pijat bekam dll posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Practice

Send a message to HABIB IDRUS pijat bekam dll:

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram