20/10/2020
*Kejahatan terhadap kemanusiaan*
(link youtube yg baru ada di komen. karena link sebelumnya dah kena sensor)
Halo. Saya Reiner Fuellmich, dan saya telah menjadi anggota Asosiasi Advokat di Jerman dan di California (Amerika) selama 26 tahun.
Saya telah berpraktik hukum sebagai pengacara yang menggugat perusahaan yang melakukan penipuan (fraud) seperti Deutsche Bank, yang sebelumnya salah satu bank terbesar dan paling dihormati di dunia namun kini adalah salah satu organisasi kriminal paling berbahaya di dunia; Volkswagen, salah satu produsen mobil terbesar dan paling dihormati yang kini terkenal karena penipuan diesel raksasa; dan Cunard Line, perusahaan pelayaran terbesar di dunia yang kami tuntut dalam kasus suap bernilai jutaan dolar.
Saya juga salah satu dari empat anggota Komite Investigasi Korona Jerman. Sejak 10 Juli 2020, komite ini telah mendengarkan sejumlah besar kesaksian ilmuwan dan pakar internasional untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tentang krisis Covid-19 yang semakin banyak ditanyakan orang di seluruh dunia.
Semua kasus korupsi dan penipuan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Jerman di atas tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tingkat kerusakan yang telah dan terus ditimbulkan oleh krisis Covid-19.
Krisis Covid-19 ini, menurut yang kita ketahui saat ini harus diganti namanya menjadi *SKANDAL COVID-19*, dan mereka yang bertanggung jawab untuk itu harus dituntut secara pidana dan digugat perdata untuk ganti rugi.
Pada tingkat politik, segalanya mesti dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi yang akan berada pada posisi memiliki kekuatan untuk dapat menipu umat manusia, atau mencoba memanip**asi kita dengan agenda korup mereka.
Untuk alasan ini, sekarang saya akan menjelaskan kepada Anda bagaimana dan di mana Jaringan Advokat Internasional akan memperdebatkan kasus gugatan terbesar yang pernah ada: *skandal penipuan Covid-19*, yang saat ini telah berkembang menjadi kejahatan terbesar terhadap kemanusiaan yang pernah dilakukan.
Kejahatan terhadap kemanusiaan didefinisikan pertama kali sehubungan dengan pengadilan Nuremberg setelah Perang Dunia II, yaitu ketika pengadilan tersebut mengadili penjahat perang utama di era N**i Jerman. Kejahatan terhadap kemanusiaan saat ini diatur dalam Pasal 7 Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Tiga pertanyaan besar yang harus dijawab dalam konteks pendekatan yudisial terhadap skandal korona adalah:
*1*. Adakah pandemi Covid-19 atau hanya ada pandemi uji Polymerase Chain Reaction (PCR)? Atau secara spesifik, apakah hasil uji PCR positif sama dengan orang yang dites terinfeksi COVID-19, atau sama sekali tidak ada hubungannya dengan infeksi Covid19?
*2*. Apakah yang disebut tindakan protokol korona seperti lockdown, pewajiban menggunakan masker wajah, aturan jaga jarak (social distancing), dan peraturan karantina berfungsi untuk melindungi penduduk dunia dari Covid-19? atau apakah tindakan ini hanya untuk membuat orang panik agar mereka tanpa banyak tanya percaya begitu saja bahwa hidup mereka dalam bahaya, sehingga pada akhirnya industri farmasi dan industri teknologi dapat menghasilkan keuntungan besar dari penjualan alat tes PCR, alat tes antigen dan alat tes antibodi, dan vaksin, serta pengambilan sidik jari genetik kita?
*3*. Apakah benar bahwa pemerintah Jerman dilobi secara besar-besaran daripada negara lain oleh yang disebut pandemi korona ini sebagai tokoh protagonist utama, yaitu *Dr Christian Drosten,* ahli virologi sekaligus Direktur Institut Virologi Rumah Sakit Charité di Berlin; *Lothar Wieler,* dokter hewan sekaligus Direktur Robert Koch Institute – RKI (lembaga seperti CDC Amerika di Jerman); dan *Tedros Adhanom,* Dirjen WHO, karena Jerman dikenal sebagai negara yang sangat disiplin dan karena itu akan menjadi panutan bagi seluruh dunia untuk kepatuhan yang ketat dan suksesnya tindakan protokol Covid-19?
Jawaban ketiga pertanyaan di atas sangat dibutuhkan. Karena Covid-19 yang diduga adalah virus baru dan sangat berbahaya ini ternyata tidak menyebabkan kematian berlebihan di mana pun di dunia, dan tentunya tidak juga di Jerman.
Sementara itu, tindakan protokol Covid-19 yang hanya didasarkan pada hasil tes PCR (yang pada gilirannya semua tes PCR tersebut berdasarkan alat tes Christian Drosten) telah menyebabkan hilangnya nyawa manusia yang tak terhitung banyaknya, dan telah menghancurkan perekonomian individu dan perusahaan yang tak terhitung jumlahnya di seluruh dunia.
Misalnya di Australia, orang akan dijebloskan ke penjara jika tidak memakai masker atau tidak memakai dengan tepat sebagaimana ditetapkan pihak berwenang. Di Filipina, orang yang tidak memakai masker atau tidak memakainya dengan benar akan ditembak kepalanya.
Izinkan saya memberi Anda ringkasan fakta yang disajikan Komite Investigasi Korona Jerman saat kami menampilkan diri.
Saat ini, hal terpenting dalam gugatan adalah menetapkan fakta untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pasalnya, penerapan hukum selalu bergantung pada fakta yang dipermasalahkan. Jika saya ingin menuntut seseorang atas penipuan maka saya tidak dapat melakukannya dengan menyajikan fakta kecelakaan mobil. Lantas, apa yang terjadi di sini terkait dugaan pandemi Covid-19?
Fakta yang diuraikan di bawah ini sebagian besar merupakan hasil kerja Komite Investigasi Korona Jerman. Komite ini didirikan pada 10 Juli 2020 oleh empat advokat, yang melalui pendengaran kesaksian ahli dari ilmuwan internasional dan ahli lainnya menetapkan:
1. Seberapa berbahaya virus Covid-19 yang sebenarnya?
2. Apa signifikansi pasca hasil tes PCR positif?
3. Kerusakan tambahan apa yang disebabkan oleh protokol Covid-19 baik yang berkaitan dengan kesehatan penduduk dunia, maupun yang berkaitan dengan ekonomi dunia?
Izinkan saya memulai dengan latar belakang yaitu apa yang terjadi pada Mei 2019 dan kemudian pada awal 2020, serta apa yang terjadi 12 tahun sebelumnya dengan flu babi yang mungkin telah banyak Anda lupakan.
Pada Mei 2019, Partai Persatuan Demokrat Kristen Jerman (CDU) sebagai partai terkuat dalam koalisi yang memerintah di Jerman mengadakan kongres tentang kesehatan global. Hal ini tampaknya atas dorongan para pemain penting dari industri farmasi dan industri teknologi. Pada kongres ini, para tersangka (Anda bisa menyebut mereka seperti itu) berpidato.
Angela Merkel dan Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn ada di sana, tapi beberapa orang lain yang tidak diharapkan hadir pada pertemuan semacam itu juga ada di sana. Profesor Christian Drosten, ahli virologi Rumah Sakit Charité di Berlin; Prof. Lothar Wieler Direktur RKI, serta Tadros Adhanom, filsuf, sekaligus Dirjen WHO, mereka semua berpidato di sana. Turut hadir dan juga memberikan ceramah yaitu kepala pelobi dari dua Lembaga Donor Kesehatan terbesar di dunia, yaitu dari Bill and Melinda Gates Foundation dan Wellcome Trust.
Kurang dari setahun setelah itu, orang-orang tersebut memberikan pengumuman dan pernyataan tak henti-henti mengenai pandemi Covid-19 ke seluruh dunia dan memastikan agar tes PCR masal digunakan untuk membuktikan infeksi masal COVID-19 di seluruh dunia, dan sekarang mendorong vaksin untuk ditemukan dan dijual ke seluruh dunia. Infeksi Covid-19 ini, atau lebih tepatnya hasil tes positif yang diberikan oleh tes PCR, kemudian menjadi pembenaran untuk _lockdown_ di seluruh dunia, jaga jarak _(social distancing),_ dan pewajiban menggunakan masker wajah.
Poin penting untuk dicatat bahwa definisi pandemi telah diubah 12 tahun sebelumnya. Sampai sebelum pandemi Covid-19 diumumkan, definisi pandemi adalah *penyakit yang menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan banyak sakit serius dan kematian.* Tiba-tiba, dan untuk alasan yang tidak pernah dijelaskan, definisi pandemi tersebut berubah menjadi sebagai *penyakit di seluruh dunia saja,* dengan unsur banyaknya sakit serius dan kematian pada arti definisi menjadi tidak diperlukan lagi untuk mengumumkan suatu pandemi.
Atas perubahan ini, WHO yang memiliki relasi erat dengan industri farmasi global serta mampu mengumumkan pandemi flu babi di tahun 2009, yang menghasilkan vaksin diproduksi serta dijual di seluruh dunia berdasarkan kontrak yang dirahasiakan hingga hari ini, namun vaksin tersebut secara penuh terbukti tidak diperlukan sama sekali. Hal ini karena flu babi akhirnya berubah menjadi flu ringan dan tidak pernah menjadi wabah mengerikan dengan jutaan kematian yang pasti terjadi jika orang tidak divaksinasi sebagaimana yang terus diumumkan oleh industri farmasi dan universitas afiliasinya.
Vaksin flu babi tersebut juga menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Sekitar 700 anak di Eropa sakit karena narkolepsi (gangguan sistem saraf) dan sekarang selamanya menjadi cacat parah. Vaksin flu babi yang dibeli dengan uang miliaran dari pembayar pajak harus dihancurkan dengan lebih banyak uang pembayar pajak.
Selama flu babi tersebut, virolog Jerman Christian Drosten menjadi salah satu dari mereka yang menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat, yaitu dengan menyatakan berulangkali bahwa flu babi akan merenggut ratusan ribu bahkan jutaan kematian di seluruh dunia. Hingga pada akhirnya berkat Dokter Wolfgang Wodarg dan upayanya sebagai anggota Parlemen Jerman serta sebagai anggota Majelis Eropa, tipuan flu babi tersebut diakhiri sebelum mengakibatkan konsekuensi yang lebih serius.
Pada Maret 2020, Parlemen Jerman mengumumkan situasi penting epidemi nasional nasional atau dalam hal ini setara dengan pandemi. Berdasarkan hal ini _lockdown_ diberlakukan sebagai penangguhan semua hak konstitusional esensial untuk waktu yang tak ditentukan.
Hanya ada satu pandangan mendasari keputusan pemerintah federal Jerman tersebut. Hal Ini adalah pelanggaran yang keterlaluan terhadap prinsip yang diterima secara universal yaitu _Audi alteram partem_, yang berarti “dengarkan sisi lain”. Satu-satunya orang yang didengarkan pemerintah Jerman adalah Christian Drosten. Orang yang ramalannya 12 tahun lalu telah menyebabkan kepanikan dan terbukti sangat keliru.
Kami mengetahui hal ini dari seorang pelapor bernama David Siber. Seorang anggota Partai Hijau Jerman yang memberi tahu kami tentang hal itu. Siber memberi tahu kami pertama kali pada 29 Agustus 2020 di Berlin. Dalam acara di mana Robert F Kennedy Junior ikut ambil bagian, yang keduanya juga memberikan pidato. Siber memberi tahu kami kembali setelah itu, yaitu pada salah satu sesi Komite Investigasi Korona kami.
Alasan Siber memberi tahu kami karena dia semakin skeptis pada narasi resmi yang disebarkan oleh politisi dan media arus utama. Oleh karena itu, dia berusaha mencari tahu pendapat ilmuwan lain dan menemukannya di internet.
Di sana dia menyadari bahwa ada sejumlah ilmuwan terkenal yang memiliki pendapat sangat berbeda dan bertentangan dengan ramalan mengerikan ala Christian Drosten. Para ilmuwan itu berasumsi, dan masih berasumsi, bahwa tidak ada penyakit yang melampaui k***a flu musiman. Bahwa pop**asi (masyarakat) telah memperoleh kekebalan silang atau sel-T terhadap virus yang diduga baru ini. Karena itu, tidak ada alasan untuk tindakan khusus (protokol Covid-19) dan tentu saja tidak alasan untuk vaksinasi.
Para ilmuwan tersebut termasuk Profesor John Ioannidis (Universitas Stanford California), seorang spesialis statistik dan epidemiologi, juga ahli kesehatan masyarakat sekaligus ilmuwan paling banyak dikutip di dunia; Prof. Michael Levitt (pemenang hadiah Nobel kimia, ahli biofisika Universitas Stanford); virolog Jerman Profesor Karin Mölling, virolog Sucharit Bhakdi, ahli epidemiologi Knut Wittkowski , dan Profesor Stefan Homburg. Sekarang, lebih banyak lagi ilmuwan dan dokter di seluruh dunia, termasuk Dokter Mike Yeadon sebagai mantan Vice President dan Direktur Ilmiah Pfizer, salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia.
Di Maret atau awal April tahun 2020, David Siber menghadap ke pemimpinan Partai Hijau Jerman dengan pengetahuan yang telah dia kumpulkan. Siber menyarankan agar para ahli tersebut mempresentasikan pendapat ilmiah lainnya kepada publik dan menjelaskan pendapat mereka yang bertentangan dengan ramalan kiamat ala Christian Drosten. Tidak ada alasan lagi bagi publik untuk panik.
Kebetulan, Jonathan Sumption, hakim di Mahkamah Agung Inggris (menjabat 2012 – 2018), juga melakukan hal yang sama, pada saat yang sama, dan sampai pada kesimp**an yang sama. Yaitu bahwa tidak ada dasar faktual untuk panik, dan tidak ada dasar hukum untuk tindakan protokol Covid-19 sebagaimana yang dipermasalahkan.
Senada dengan itu, Andreas Voßkuhle mantan Presiden Mahkamah Konstitusi Federal Jerman mengungkapkan keraguan mengenai konstitusionalitas tindakan Covid-19, meskipun diungkapan dengan lebih hati-hati.
Tetapi alih-alih mencatat pendapat lain ini dan mendiskusikannya dengan David Siber, pimpinan Partai Hijau menyatakan bahwa pesan panik yang dibuat Christian Drosten cukup baik untuk partai. Pimpinan Partai Hijau bilang bahwa sebagai partai oposisi dan bukan anggota koalisi yang berkuasa maka hal itu sudah cukup bagi mereka.
Sama seperti hal tersebut sudah cukup baik bagi pemerintah federal Jerman sebagai dasar untuk kebijakan lockdown. Kemudian pimpinan Partai Hijau menyebut David Siber sebagai ahli teori konspirasi tanpa pernah mempertimbangkan isi informasinya, dan kemudian mencabut mandat Siber.
Mari kita lihat situasi aktual saat ini. Mengenai bahaya virus, ketidakgunaan tes PCR untuk mendeteksi infeksi, dan lockdown berdasarkan infeksi yang tidak ada.
Sementara itu, kami mengetahui bahwa sistem rawat inap di rumah sakit tidak pernah terancam kewalahan oleh COVID-19. Sebaliknya, banyak rumah sakit tetap kosong hingga hari ini, dan beberapa kini menghadapi kebangkrutan. Kapal rumah sakit USNS Comfort yang berlabuh di New York yang dapat menampung seribu pasien, saat ini tidak pernah menampung lebih dari sekitar 20 pasien. Tidak ada kematian yang berlebihan.
Studi yang dilakukan oleh Profesor Ioannidis dan lainnya tunjukkan bahwa kematian akibat Covid-19 setara dengan flu musiman. Bahkan gambaran dari Bergamo Italia dan New York Amerika yang digunakan untuk menunjukkan ke dunia bahwa panik sedang terjadi, terbukti disengaja menyesatkan.
Kemudian, apa yang disebut _'panic paper'_ bocor. Sebagai dokumen yang ditulis oleh Departemen Dalam Negeri Jerman dengan konten rahasia yang menunjukkan tanpa keraguan, bahwa sebenarnya penduduk sengaja dibuat panik oleh para politisi dan media arus utama.
Pernyataan tak bertanggung jawab yang berulang kali disampaikan Direktur RKI (CDC-nya Jerman) Lothar Wieler yang begitu bersemangat mengumumkan bahwa protokol Covid-19 harus diikuti tanpa syarat oleh masyarakat, tanpa perlu banyak tanya, menunjukkan bahwa Wieler mengikuti naskah verbatim yang sudah ditentukan. Dalam pernyataan publiknya, Wieler terus mengumumkan bahwa situasinya sangat gawat dan mengancam, meskipun angka yang dikumpulkan oleh RKI sendiri membuktikan sebaliknya.
Saya kutip dalam 'Panic paper' antara lain “meminta agar anak-anak dibuat merasa bertanggung jawab atas kematian orang tua dan kakek nenek mereka yang tersiksa oleh sakit jika anak-anak tersebut tidak mengikuti protokol covid-19, yaitu tidak terus-menerus mencuci tangan dan tidak menjauh dari kakek-neneknya.”
Sebagai klarifikasi. Tepatnya 94 persen kematian di Bergamo Italia ternyata bukan diakibatkan Covid-19, melainkan akibat pemerintah memutuskan memindahkan pasien sakit, yang mungkin sakit flu musiman, dari rumah sakit ke panti jompo untuk memberi ruang di rumah sakit bagi semua pasien COVID-19 yang akhirnya tidak pernah datang.
Di panti jompo, pasien pindahan tersebut kemudian menginfeksi orang tua yang memiliki sistem imun sangat lemah. Umumnya akibat dari kondisi medis yang telah ada sebelumnya (comorbid). Selain itu, vaksinasi flu yang sebelumnya telah diberikan pada mereka semakin melemahkan sistem imun orang-orang di panti jompo.
Di New York, sejauh ini hanya beberapa rumah sakit yang kewalahan. Banyak orang berlomba ke rumah sakit dengan kebanyakan dari mereka sudah tua dan memiliki kondisi medis serius yang sudah ada sebelumnya. Jika mereka tidak panic, maka mereka akan tinggal di rumah untuk pemulihan. Banyak dari mereka menjadi korban infeksi nosokomial (infeksi yang tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit melainkan setelah ± 72 jam masuk rumah sakit)** dan insiden malpraktek di sisi lain, misalnya dengan menggunakan respirator daripada menerima oksigen melalui masker oksigen.
Sekali lagi untuk memperjelas, kondisi Covid-19 saat ini adalah penyakit dengan bahayanya sebagaimana bahaya flu musiman. Jadi layaknya flu musiman, COVID-19 terkadang juga bisa mengarah ke perjalanan klinis parah, yang terkadang akan membunuh pasien.
Namun seperti ditunjukkan dari otopsi yang dilakukan di Jerman, khususnya oleh ilmuwan forensik Prof Klaus Püschel di Hamburg, hampir semua kematian yang dia periksa disebabkan oleh kondisi serius yang sudah ada sebelumnya (comorbid). Dan hampir semua orang yang meninggal, seperti di Italia, adalah meninggal di usia sangat tua, yang berarti mereka telah hidup melebihi harapan hidup rata-rata.
Dalam konteks ini, hal yang juga harus disebutkan bahwa RKI Jerman secara aneh di awalnya merekomendasikan agar tidak dilakukan otopsi. Ada banyak laporan yang dapat dipercaya bahwa dokter dan rumah sakit di seluruh dunia telah dibayar dengan uang untuk menyatakan orang yang meninggal sebagai korban COVID-19 daripada menuliskan penyebab kematian sebenarnya pada sertifikat kematian, misalnya serangan jantung atau luka tembak. Tanpa otopsi, kami tidak akan pernah tahu bahwa sebagian besar dari korban yang diduga Covid-19 ini telah meninggal karena penyakit yang sama sekali berbeda misalnya bukan karena COVID-19.
Penekanan bahwa _lockdown_ diperlukan karena adanya begitu banyak infeksi berbeda pada SARS-CoV-2, dan karena sistem perawatan kesehatan akan kewalahan (menghadapi kasus infeksi tersebut) adalah hal yang salah.
Untuk tiga alasan sebagaimana yang telah kami pelajari dari audiensi yang kami (Komite Investigasi Corona) lakukan dan data lain sementara yang telah tersedia, maka:
_a)_ lockdown diberlakukan ketika virus sudah tidak pada puncaknya. Saat lockdown diberlakukan, tingkat yang diduga terinfeksi sudah berkurang atau k***anya menurun.
_b)_ Telah hadir perlindungan terhadap virus karena adanya imunitas silang atau sel-T. Ketika angka infeksi sudah turun maka hadir p**a imunitas silang atau sel-T terhadap virus corona pada pop**asi sebagaimana yang terdapat di setiap gelombang flu atau influenza. Hal ini benar, bahkan virus korona kali ini adalah jenis yang sedikit berbeda karena sistem imun tubuh sendiri mengingat setiap virus yang pernah ia lawan di masa lalu. Dari pengalaman ini sistem imun juga mengenali virus yang dianggap baru. Namun masih sama jenis virus dari keluarga korona.
Kebetulan, seperti itulah cara tes PCR yang digunakan untuk mendeteksi infeksi Covid-19 yang ditemukan oleh Profesor Drosten yang kini terkenal.
Di awal Januari 2020, berdasarkan pengetahuan yang sangat mendasar ini, Drosten mengembangkan tes PCR miliknya, yang diduga mendeteksi adanya infeksi SARS-CoV-2 tanpa pernah ia melihat virus Wuhan sebenarnya yang di China.
Ia hanya mengetahui dari laporan media sosial bahwa ada sesuatu yang terjadi di Wuhan. Kemudian ia mulai mengutak-atik komputer dengan apa yang akan menjadi tes korona PCR miliknya.
Untuk melakukan percobaan itu, ia menggunakan virus SARS yang lama [sindrom pernapasan parah] dengan harapan virus itu cukup mirip dengan jenis baru virus korona yang ditemukan di Wuhan. Kemudian dia mengirimkan hasil utak-atik komputernya ke China untuk pastikan apakah para korban dugaan virus corona baru dinyatakan positif.
China kemudian melakukannya, dan hal tersebut sudah cukup bagi WHO untuk membunyikan alarm pandemi, dan merekomendasikan penggunaan tes Drosten PCR ke seluruh dunia untuk mendeteksi infeksi virus yang sekarang disebut SARS-CoV-2.
Pendapat dan saran Drosten sekali lagi menjadi satu-satunya rujukan bagi Pemerintah Jerman ketika mengumumkan _lockdown,_ aturan jaga jarak _(social distancing),_ dan pewajiban mengenakan masker.
Hal yang mesti ditekankan sekali lagi, bahwa Jerman nyatanya menjadi pusat industri farmasi dan teknologi, terutama untuk lobi besar-besaran. Dan dunia diduga juga merujuk pada kedisiplinan Jerman sebagai hal yang mesti dilakukan untuk bertahan hidup di tengah pandemi.
_c)_ Sebagai bagian terpenting dari pencarian fakta kami adalah tes PCR digunakan atas dasar pernyataan yang salah, bukan berdasarkan fakta ilmiah yang berhubungan dengan infeksi.
Sementara itu, kami telah mempelajari bahwa tes PCR tidak memberikan indikasi apapun adanya infeksi virus apalagi infeksi SARS-CoV-2, yang ini bertentangan dengan pernyataan Drosten, Wieler dan WHO.
Catatan, tidak hanya tes PCR secara tegas tidak disetujui untuk tujuan diagnostik, seperti yang dicatat dengan benar pada lembar yang disertakan pada alat tes ini. Dan sebagai penemu tes PCR, Kary Mullis telah berulang kali menekankan sebaliknya bahwa PCR tidak untuk mendiagnosis penyakit. Artinya ini bertentangan dengan pernyataan Drosten, Wieler dan WHO, sebagaimana yang telah mereka nyatakan sejak umumkan pandemi.
Hasil tes PCR positif tidak berarti ada infeksi. Jika seseorang dites positif, bukan berarti ia tertular apapun, apalagi dengan virus SARS-CoV-2 yang menular. Bahkan CDC Amerika Serikat setuju dengan pendapat ini.
saya mengutip langsung dari halaman 38 salah satu publikasi tentang virus corona dan tes PCR tertanggal 13 Juli 2020 sebagaimana berikut:
Poin pertama mengatakan bahwa deteksi RNA virus bisa jadi tidak mengindikasikan adanya virus menular atau adanya 2019 nCoV [novel coronavirus] sebagai agen penyebab gejala klinis.
Poin kedua mengatakan bahwa kinerja tes PCR ini belum ditetapkan untuk memantau pengobatan infeksi nCoV 2019.
Poin ketiga mengatakan bahwa tes PCR ini tidak dapat menyingkirkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau patogen virus lainnya.
Masih belum jelas apakah pernah ada isolasi yang benar secara ilmiah dari virus Wuhan, sehingga tidak ada yang tahu persis apa yang kami cari saat kami melakukan pengujian, apalagi karena virus ini sama seperti virus flu yang bermutasi dengan cepat.
Swab PCR mengambil satu atau dua sekuens molekul yang tidak dapat terlihat oleh mata manusia. Oleh karena itu perlu diperkuat dalam banyak siklus (cycle) agar membuatnya terlihat. Segala sesuatu di atas 35 siklus, seperti yang dilaporkan oleh New York Times dan lainnya, dianggap sama sekali tidak dapat diandalkan dan tidak dapat dibenarkan secara ilmiah. Namun, tes Drosten serta WHO merekomendasikan tes yang mengikuti contohnya diatur menjadi 45 siklus (cycle).
Mungkinkah ini karena keinginan untuk menghasilkan hasil positif sebanyak mungkin? dan dengan demikian memberikan dasar untuk asumsi yang salah bahwa sejumlah besar infeksi telah terdeteksi?
Tes PCR tidak dapat membedakan materi inaktif dan reproduktif. Ini berarti bahwa hasil positif bisa saja terjadi karena tes tersebut mendeteksi, misalnya sepotong puing, sebuah fragmen molekul yang mungkin menandakan tidak lebih dari sistem imun yang memenangkan pertempuran dengan flu biasa di masa lalu milik orang yang diuji.
Bahkan Drosten sendiri menyatakan dalam satu wawancara dengan majalah bisnis Jerman pada tahun 2014 mengenai deteksi infeksi virus MERS menggunakan alat tes PCR. Bahwa tes PCR ini sangat sensitif sehingga bahkan orang yang sangat sehat dan tidak menular ketika dites bisa hasilnya positif.
Pada saat itu, dia juga menjadi sangat sadar akan kuatnya peran kepanikan di media yang menyebarkan rasa takut. Seperti perkataan Drosten di wawancara tersebut yang saya kutip ini: “Jika misalnya patogen seperti itu berlarian di atas mukosa hidung perawat selama sekitar satu hari tanpa dia sakit, atau memperhatikan apa pun, lalu dia tiba-tiba terkena kasus MERS. ”
Hal demikian dapat menjelaskan ledakan jumlah kasus di Arab Saudi. Apalagi media di sana telah menjadikan kasus ini bersifat sensasional.
Apakah Drosten lupa atau sengaja menyembunyikan risiko kepanikan ini dalam konteks korona? sebab korona adalah peluang bisnis yang sangat menguntungkan bagi industri farmasi secara keseluruhan, dan untuk Alford Lund, rekan penulisnya dalam banyak penelitian, dan juga produsen uji PCR?
Dalam pandangan saya, sangat tidak masuk akal bahwa dia lupa di tahun 2020 pada apa yang dia ketahui dan katakan ke majalah bisnis di tahun 2014 tentang tes PCR.
Singkatnya, tes ini tidak dapat mendeteksi infeksi apa pun. Hal ini bertentangan dengan semua klaim palsu yang menyatakan bahwa tes itu bisa mendeteksi infeksi.
Yang disebut infeksi panas mensyaratkan adanya virus, atau lebih tepatnya sebuah fragmen molekul yang mungkin merupakan virus dan tidak hanya ditemukan di suatu tempat. Misalnya, di tenggorokan seseorang tanpa menyebabkan kerusakan apa pun yang akan menjadi infeksi pilek. Tapi infeksi panas mengharuskan virus menembus ke dalam sel, menggandakannya di sana, dan menyebabkan gejala seperti sakit kepala atau sakit tenggorokan. Baru setelah itu seseorang benar-benar terinfeksi dalam artian infeksi panas.
Karena hanya dengan infeksi panas itulah seseorang dapat menular, dapat menulari orang lain. Sebelum sampai pada kondisi tersebut maka penderita sama sekali tidak berbahaya bila di rumah dan tidak berbahaya p**a bagi semua orang lain yang berhubungan dengan penderita di rumah.
Sekali lagi, hal ini berarti bahwa hasil tes PCR positif bertentangan dengan semua klaim oleh Drosten, Wieler atau WHO yang tidak ada artinya sejauh berkenaan dengan infeksi sebagaimana yang diketahui dan dikutip dari CDC seperti di atas.
Sementara itu, sejumlah ilmuwan yang sangat dihormati di seluruh dunia beranggapan bahwa tidak pernah ada pandemi korona melainkan hanya pandemi uji PCR. Ini adalah kesimp**an yang dicapai oleh banyak ilmuwan Jerman seperti Profesor Sucharit Bhakdi, Dr. Louis Rice (brown medicine), Virolog Prof. Karin Mölling, ahli imunologi Stefan W. Hockertz, Prof Michael Wallach, dan banyak lainnya. termasuk Profesor John Ioannidis yang disebutkan di atas, dan pemenang Nobel yaitu Profesor Michael Levitt dari Universitas Stanford.
Pendapat terbaru adalah dari Dr Mike Yeadon selaku mantan wakil presiden dan Chief Science Officer di Pfizer yang memegang posisi ini selama 16 tahun. Dia dan rekan penulisnya, semua ilmuwan terkenal tersebut, menerbitkan makalah ilmiah pada September 2020 dan Yeadon menulis artikel terkait pada 20 September 2020.
Antara lain, Mike Yeadon dan mereka menyatakan, yang saya kutip: _“kebijakan pemerintah kami termasuk kebijakan ekonomi dan pembatasan hak-hak fundamental diduga berdasarkan pada data dan asumsi yang salah sama sekali tentang virus corona. Jika bukan karena hasil tes yang terus-menerus diberitakan di media maka pandemi akan berakhir karena tidak ada (pandemi) yang benar-benar terjadi. “_
Tentu saja, ada beberapa kasus penyakit yang serius. Tapi yang demikian juga terdapat beberapa di setiap wabah flu. Ada gelombang penyakit yang nyata di bulan Maret dan April, tapi sejak saat itu semuanya telah kembali normal.
Hanya hasil positif yang naik dan turun dengan liar yang lagi lagi tergantung pada berapa banyak tes yang dilakukan, meskipun kasus penyakit yang sebenarnya sudah berakhir.
Tidak ada pembicaraan tentang gelombang kedua. Dr Yeadon menyatakan strain baru dari virus korona muncul dari hanya virus korona yang telah lama yang dikenal dengan jenis baru. Setidaknya ada empat virus corona yang endemik dan menyebabkan beberapa flu biasa yang kita alami terutama di musim dingin. Mereka semua memiliki kemiripan urutan yang mencolok dengan virus corona.
Karena sistem imun manusia mengenali kemiripan dengan virus yang sekarang, maka ada dugaan bahwa telah ditemukan kekebalan sel-T yang telah lama ada, yang dalam hal ini 30 persen dari pop**asi memiliki kekebalan sel-T bahkan sebelum dugaan munculnya virus baru mutasi corona.
Oleh karena itu cukup untuk, apa yang disebut herd immunity, yaitu 15 hingga 25 persen pop**asi yang diduga terinfeksi virus korona baru agar menghentikan penyebaran virus lebih lanjut. Dan hal ini telah lama terjadi.
Mengenai pentingnya tes PCR, Yeadon menulis dalam sebuah artikel tanggal 20 September 2020 yang berjudul: _'Lies, Damned Lies and Health Statistics - the Deadly Danger of False Positives', yang saya kutip: '... Kemungkinan kasus yang tampaknya positif adalah positif palsu adalah antara 89 hingga 94 persen atau kisaran tersebut … '.
Dr Yeadon, ahli imunologi Prof. Camera, imunolog Pierre Capel dari Belanda, dan Prof. Dolores Cahill dari Irlandia, serta ahli mikrobiologi, Dr Harvey dari Austria, yang semuanya bersaksi dengan persetujuan di depan komite korona Jerman, dan secara eksplisit menunjukkan bahwa hasil tes PCR positif tidak berarti bahwa virus yang utuh telah ditemukan.
Mereka menjelaskan sebagaimana saya kutip bahwa tes PCR sebenarnya mengukur "Hanya adanya sekuens RNA parsial yang terdapat dalam virus utuh yang mungkin merupakan bagian dari virus mati (tidak dapat membuat subjek sakit) serta tidak dapat ditularkan dan tidak dapat membuat orang lain sakit. Karena tes PCR ini sama sekali tidak cocok untuk mendeteksi penyakit menular – sebab menyatakan positif pada tes terhadap kambing, domba, pepaya, dan bahkan sayap ayam.
Profesor Oxford Carl Heneghan yang juga Direktur Center for Evidence-Based Medicine menulis bahwa virus COVID-19 tidak akan pernah hilang jika praktik tes PCR ini dilanjutkan, melainkan akan selalu terdeteksi secara salah sebagaimana dalam banyak hal yang telah dites dengan PCR. Yeadon dan para ahli tersebut menyatakan kebijakan _lockdown_ tidak akan berhasil sebagai protokol Covid-19.
Misalnya antara Swedia dengan pendekatan _laissez-faire_ (berjalan seperti biasa) dan Inggris Raya yang terapkan _lockdown,_ ternyata memiliki statistik penyakit dan kematian yang sebanding. Hal yang sama ditemukan oleh para ilmuwan Amerika tentang berbagai negara bagian di Amerika. Tidak ada bedanya kejadian penyakit apakah suatu negara menerapkan _lockdown_ atau tidak.
Berkaitan dengan orang yang kini terkenal, *Profesor Neil Ferguson* dari Imperial College of London, dan model peringatan jutaan kematian dari komputernya yang sepenuhnya palsu; maka Yeadon mengatakan bahwa "Tidak ada ilmuwan serius yang memberikan validitas apa pun pada model Ferguson." Dia menunjukkan dengan nada menghina bahwa "Penting bagi Anda untuk mengetahui bahwa kebanyakan ilmuwan tidak menerima model model statistik Ferguson tersebut, bahkan ada benarnya bahwa pemerintah masih terikat pada model tersebut."
Ferguson memperkirakan 40.000 kematian akibat korona di Swedia pada Mei dan seratus ribu pada Juni. Tapi angka kematian tetap di 5.800 yang menurut pihak berwenang Swedia hal tersebut setara dengan flu ringan. Jika tes PCR tidak digunakan sebagai alat diagnostik untuk infeksi korona maka tidak akan ada pandemi, dan tidak akan ada _lockdown,_ dan semuanya akan dianggap hanya sebagai gelombang influenza sedang atau ringan.
Demikianlah kesimp**an para ilmuwan tersebut.
Dr Yeadon dalam karyanya: _'Lies, Damned Lies and Health Statistics - the Deadly Danger of False Positives'_ menulis: "Tes ini cacat fatal dan harus segera ditarik, dan jangan pernah digunakan lagi sebagai bagian protokol kecuali bila terbukti diperbaiki."
Dan di bagian akhir artikel itu: "Saya telah menjelaskan bagaimana tes diagnostic menggunakan PCR yang bekerja tidak sesuai harapan telah dan terus digunakan bukan untuk mendiagnosis penyakit, melainkan tampaknya semata-mata untuk menciptakan ketakutan, "
Sekarang, mari kita lihat situasi aktual terkini mengenai kerusakan parah yang disebabkan oleh _lockdown_ dan tindakan lainnya.
Makalah lain bocor baru-baru ini, ditulis oleh pejabat Departemen Dalam Negeri Republik Jerman yang bertanggung jawab atas penilaian dan perlindungan risiko penduduk. Kertas itu sekarang disebut kertas Alarm Palsu. Makalah ini sampai pada kesimp**an bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk risiko kesehatan yang serius bagi pop**asi, sebagaimana yang diklaim oleh Drosten, Wieler, dan WHO.
Tetapi penulis mengatakan ada sangat banyak bukti protokol korona menyebabkan kerusakan luar biasa pada kesehatan dan ekonomi pada pop**asi, yang kemudian dia gambarkan secara rinci dalam makalah tersebut. Ia menyimpulkan masalah ini dapat menyebabkan tuntutan ganti rugi yang sangat tinggi yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Dan hal tersebut kini telah menjadi kenyataan, meskipun tulisan tersebut telah _di-suspended._
Semakin banyak ilmuwan dan juga pengacara mengakui bahwa sebagai akibat dari tindakan panik yang disengaja dan tindakan korona yang dimungkinkan oleh kepanikan ini, maka demokrasi berada dalam bahaya besar untuk diganti dengan model totaliter fasis.
Seperti yang telah saya sebutkan di atas. Di Australia, orang yang tidak pakai masker (yang semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa itu berbahaya bagi kesehatan), atau yang diduga tidak memakai masker dengan benar ditangkap, diborgol dan dijebloskan ke penjara. Di Filipina orang-orang berisiko ditembak.
Bahkan di Jerman dan di negara-negara yang sebelumnya beradab, akibat korona anak-anak diambil dari orang tua mereka jika anak-anak tersebut tidak mematuhi peraturan _lockdown,_ jaga jarak _(social distancing)_ dan kewajiban menggunakan masker. Menurut psikolog dan psikoterapis yang bersaksi di depan Komite Investigasi Korona Jerman, anak-anak mengalami trauma secara massal dengan konsekuensi psikologis terburuk dalam jangka menengah dan panjang.
Di Jerman saja, 500.000 hingga 800.000 kebangkrutan diperkirakan terjadi pada musim gugur kemarin dan menyerang bisnis kecil dan menengah yang merupakan tulang punggung perekonomian. Hal ini akan mengakibatkan kerugian pajak yang tak terhitung, serta pembayaran uang jaminan sosial jangka panjang dan nilainya tinggi yang tak terhitung jumlahnya, antara lain untuk tunjangan pengangguran.
Karena saat ini, hampir semua orang mulai memahami dampak dahsyat dari protokol covid-19 yang sama sekali tidak berdasar, saya akan menahan diri untuk tidak merinci ini lebih jauh.
Izinkan saya memberikan ringkasan konsekuensi hukumnya.
Bagian tersulit dari pekerjaan Advokat adalah keharusan untuk selalu menetapkan fakta yang sebenarnya, bukan penerapan aturan hukum terhadap fakta tersebut. Sayangnya, pengacara Jerman tidak mempelajarinya di sekolah hukum, tetapi rekan Anglo-Amerika mendapatkan pelatihan yang diperlukan untuk ini di sekolah hukum mereka. Dan mungkin karena alasan ini dan juga karena kemerdekaan orang Amerika yang jauh lebih jelas, maka Pengadilan Anglo-Amerika serta hukum pembuktian Anglo-Amerika jauh lebih efektif dalam praktiknya daripada hukum Jerman (hukum kontinental).
Pengadilan hanya dapat memutus sengketa hukum dengan benar jika sebelumnya telah menentukan fakta-faktanya dengan benar. Yang tidak mungkin dilakukan tanpa melihat semua bukti. Oleh sebab itulah mengapa hukum pembuktian menjadi sangat penting.
Berdasarkan fakta-fakta yang dirangkum di atas, khususnya yang dibentuk dengan bantuan kerja Komite Investigasi Korona Jerman, maka evaluasi hukum sebenarnya sederhana, yakni sederhana untuk semua sistem hukum yang beradab terlepas dari apakah sistem hukum ini didasarkan pada sistem hukum continental atau sistem Anglo- Amerika.
Pertama, mari kita lihat inkonstitusionalitas tindakan.
Sejumlah profesor hukum Jerman termasuk Profesor Kingreen, Morswig, Youngblood dan Foskarau menyatakan, baik dalam pendapat tertulis atau dalam wawancara, yang sejalan dengan keraguan serius yang diungkapkan oleh mantan presiden pengadilan konstitusional Federasi Jerman terkait konstitusionalitas protokol korona. Bahwa langkah-langkah protokol korona tersebut tanpa dasar faktual yang cukup, dan juga tanpa dasar hukum yang memadai sehingga tidak konstitusional dan harus segera dicabut.
Baru-baru ini, seorang hakim bernama Torsten Schleife menyatakan secara terbuka bahwa peradilan Jerman sebagaimana masyarakat umum lainnya telah dilanda kepanikan sehingga tidak dapat lagi menjalankan keadilan dengan benar. Dia mengatakan bahwa pengadilan "terlalu cepat melambaikan tangan pada tindakan koersif terhadap jutaan orang di seluruh Jerman yang menjadi penghalangan besar-besaran atas hak konstitusional mereka."
Dia menunjukkan bahwa warga Jerman "Saat ini mengalami pelanggaran hak konstitusional paling serius sejak berdirinya Republik Federal Jerman pada tahun 1949. Untuk mengatasi pandemi korona, pemerintah federal Jerman dan negara bagian telah melakukan intervensi secara masif yang sebagiannya mengancam eksistensi negara karena (tindakan tersebut) dijamin oleh hak konstitusional rakyat.
Bagaimana dengan penipuan (fraud), kerusakan yang disengaja, dan kejahatan terhadap kemanusiaan?
Berdasarkan aturan hukum pidana yang menyatakan fakta palsu tentang tes PCR, atau misrepresentasi risiko yang disengaja seperti yang dilakukan oleh Christian Drosten, Wieler, dan WHO, maka itu hanya dapat dinilai sebagai penipuan.
Berdasarkan aturan hukum perdata, kasus ini dapat diartikan sebagai kesengajaan oleh para tersangka dalam memberikan penderitaan. Profesor hukum sipil Jerman, Martin Schwab, mendukung temuan ini dalam wawancara publik dalam opini hukum yang komprehensif sekitar 180 halaman. Schwab telah membiasakan diri dengan materi seperti ini yang belum dilakukan oleh sarjana hukum lainnya. Sejauh ini dan secara khusus dia telah memberikan penjelasan rinci tentang kegagalan total media arus utama untuk melaporkan fakta sebenarnya dari apa yang disebut pandemi ini.
Baik Drosten, Wieler, maupun Tedros dari WHO mengetahui berdasarkan keahlian mereka sendiri, atau keahlian dari institusi mereka, bahwa tes PCR tidak bisa memberikan informasi apapun tentang infeksi, tetapi mereka tetap menegaskan berulang kali kepada masyarakat umum bahwa PCR bisa melakukannya, dan rekan mereka di seluruh dunia mengulangi secara berkelanjutan apa yang mereka lakukan ini.
Dan mereka semua tahu serta menerima bahwa berdasarkan rekomendasi mereka maka pemerintah dunia akan memutuskan untuk _lockdown,_ aturan jaga jarak _(social distancing),_ pewajiban mengenakan masker, sedangkan pewajiban masker tersebut memiliki bahaya kesehatan sangat serius sebagaimana ditunjukkan oleh semakin banyak penelitian independen dan pernyataan ahli.
Di bawah hukum gugatan perdata, semua yang telah dirugikan oleh tes PCR ini, tes PCR yang menyebabkan lockdown, berhak menerima kompensasi penuh atas kerugian mereka. Khususnya kewajiban untuk memberi kompensasi berupa membayar ganti rugi atas hilangnya keuntungan yang diderita oleh perusahaan dan wiraswasta sebagai akibat dari _lockdown,_ dan tindakan protokol Covid-19 lainnya.
Bagaimanapun, saat ini tindakan protocol Covid-19 telah menyebabkan dan terus menyebabkan kerusakan yang sangat parah pada kesehatan dan ekonomi penduduk dunia sehingga kejahatan yang dilakukan oleh Drosten, Wieler, dan WHO harus secara hukum memenuhi syarat sebagai kejahatan aktual terhadap kemanusiaan sebagaimanai didefinisikan pada Pasal 7 Statuta Roma (ICC).
Bagaimana kita bisa melakukan sesuatu? Apa yang bisa kita lakukan?
Nah, gugatan perwakilan kelompok _(class action)_ adalah cara terbaik untuk mendapatkan ganti rugi dan konsekuensi politik. Yang disebut gugatan _class action_ didasarkan pada hukum Inggris, dan saat ini ada di AS dan di Kanada _(juga di Indonesia – penj)._ Hal ini memungkinkan pengadilan mengizinkan pengaduan atas kerusakan agar diadili sebagai gugatan _class action_ atas permintaan penggugat, jika *sebagai akibat dari peristiwa yang menyebabkan kerusakan, sejumlah besar orang menderita jenis kerusakan yang sama*
Dengan kalimat yang berbeda, hakim dapat mengizinkan gugatan _class action_ untuk dilanjutkan jika pertanyaan umum tentang hukum dan fakta merupakan komponen penting dari gugatan tersebut.
Di sini, pertanyaan umum tentang hukum sebenarnya berkisar pada _lockdown_ berbasis uji PCR di seluruh dunia dan konsekuensinya. Kasus yang mirip dengan mobil diesel VW yang berfungsi sebagai produk tetapi mereka rusak, karena apa yang disebut “perangkat kekalahan” _(defeat device)_ tidak sesuai dengan standar emisi. Maka demikian juga tes PCR yang merupakan produk yang sangat bagus dalam peruntukan lain (untuk meneliti), tapi merupakan produk yang rusak dalam hal untuk mendiagnosis infeksi.
Sekarang jika perusahaan Amerika atau Kanada, atau individu Amerika atau Kanada memutuskan untuk menuntut orang-orang ini di Amerika Serikat atau Kanada atas kerusakan yang mereka sebabkan, maka pengadilan yang diminta untuk menyelesaikan perkara ini dapat atas permintaan atau mengizinkan gugatan ini untuk diadili sebagai _class action._
Jika ini terjadi, semua pihak yang terkena dampak di seluruh dunia akan diberitahu tentang hal ini melalui publikasi di media arus utama. Dan dengan demikian akan memiliki kesempatan untuk bergabung dalam gugatan _class action_ ini dalam jangka waktu tertentu yang akan ditentukan oleh pengadilan.
Perlu ditekankan bahwa tidak ada yang boleh bergabung dengan _class action,_ tetapi setiap pihak yang dirugikan dapat bergabung dengan _class action._
Keuntungan dari gugatan perwakilan ini adalah bahwa hanya satu persidangan yang diperlukan, yaitu mengadili gugatan dari perwakilan penggugat yang terpengaruh secara khusus dari setiap kelompok.
Pertama, hal ini lebih murah;
Kedua, ini lebih cepat daripada ratusan ribu atau lebih gugatan hukum perorangan; dan
Ketiga, memberlakukan lebih sedikit beban pada pengadilan;
Keempat, sebagai hukum acara, hal ini memungkinkan pemeriksaan tuduhan yang jauh lebih tepat daripada yang mungkin dilakukan dalam konteks ratusan ribu (atau mungkin lebih) jenis protokol korona, dan bahkan jutaan gugatan yang dilakukan secara individu.
Secara khusus, hukum pembuktian Anglo-Amerika yang mapan dan terbukti dengan mekanisme pra-peradilannya dapat diterapkan. Hal ini mensyaratkan bahwa semua bukti yang relevan untuk penentuan gugatan harus disiapkan.
Berbeda dengan situasi khas dalam gugatan hukum di Jerman yang terdapat ketidakseimbangan struktural yakni gugatan yang akan melibatkan konsumen di satu sisi dan korporasi yang kuat di sisi lain.
Penahanan atau bahkan penghancuran alat bukti bukan tanpa konsekuensi. Yang menerima konsekuensi adalah pihak yang menahan atau bahkan menghancurkan alat bukti kasus ini berdasarkan hukum pembuktian.
Di Jerman, kini sekelompok Advokat telah bersatu membantu klien untuk melakukan gugatan dan memulihkan kerusakan mereka. Mereka (para advokat) telah memberikan semua informasi dan formulir yang relevan bagi penggugat Jerman untuk memperkirakan berapa banyak kerusakan yang mereka derita dan bergabung dengan kelompok penggugat _(class action)_, yang kemudian akan bergabung dengan gugatan perwakilan ketika gugatan tersebut dilanjutkan baik di Kanada atau AS.
Awalnya, kelompok pengacara ini telah mempertimbangkan untuk juga mengumpulkan dan mengelola tuntutan ganti rugi penggugat non-Jerman lainnya, tapi hal ini terbukti tidak dapat dikelola.
Namun, melalui jaringan advokat internasional yang tumbuh semakin besar dari hari ke hari, kelompok advokat Jerman memberikan semua informasi yang relevan secara gratis kepada semua rekan di semua negara lain, termasuk pendapat ahli dan kesaksian para ahli yang menunjukkan bahwa tes PCR tidak dapat mendeteksi infeksi.
Kelompok Advokat Jerman ini juga memberikan semua informasi yang relevan mengenai bagaimana mereka dapat mempersiapkan dan menggabungkan klaim kerusakan klien mereka, sehingga mereka juga dapat menegaskan klaim klien mereka atas kerusakan baik di negara asal klien, proses pengadilan, atau dalam kerangka gugatan _class action_ sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Fakta skandal korona ini, yang sebagian besar dikumpulkan dan dirangkum oleh Komite Investigasi Korona Jerman, adalah fakta yang sama yang akan segera terbukti kebenarannya, baik di satu pengadilan hukum, atau di banyak pengadilan hukum di seluruh dunia. Inilah fakta-fakta yang akan menarik topeng dari semua orang yang bertanggung jawab atas kejahatan ini.
Kepada para politisi yang mempercayai orang-orang korup tersebut, dengan ini fakta-fakta tadi ditawarkan sebagai penyambung hidup yang dapat membantu Anda menyesuaikan kembali tindakan Anda, memulai diskusi ilmiah publik yang telah lama tertunda, dan tidak kalah dengan para penipu dan penjahat itu.
_terj: RD_201009_