26/05/2025
Era AI dan Smartphone: Saatnya Mengajarkan Kebijaksanaan, Bukan Sekadar Pengetahuan
Dulu, kepintaran sering diukur dari seberapa banyak seseorang mengingat informasi atau memahami rumus-rumus kompleks. Namun hari ini, dalam genggaman seorang remaja—melalui sebuah smartphone—tersimpan pengetahuan yang mungkin 10 tahun lalu bahkan belum mampu diakses oleh kementerian pendidikan mana pun. Dunia telah berubah. Dan kini, dengan berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI), perubahan itu menjadi semakin cepat dan dalam.
AI mampu berpikir secara logis, menyusun data, bahkan menulis puisi. Ia tak butuh waktu lama untuk menganalisis, menghitung, atau menjawab pertanyaan dengan presisi tinggi. Maka, bila kita masih mendidik anak-anak kita seperti 20 tahun lalu—dengan membombardir mereka dengan fakta dan rumus yang bisa ditemukan dalam satu kali ketikan jari—kita sedang mempersiapkan mereka untuk masa lalu, bukan masa depan.
Apa yang tak bisa dilakukan AI? AI tak memiliki hati. Ia tak bisa merasakan ketulusan, memahami empati secara utuh, atau membuat keputusan dari ruang kesadaran yang dalam. Di sinilah letak peran manusia yang tak tergantikan: emosional intelligence, kepekaan batin, dan kebijaksanaan.
Inilah saatnya kita menggeser fokus pendidikan. Dari sekadar mencetak anak-anak yang cerdas dalam akademik menjadi membimbing mereka agar bijaksana dalam menjalani hidup. Agar mereka mampu menyaring informasi, menimbang dengan nurani, lalu mengambil keputusan dengan niat baik—untuk diri sendiri, orang lain, dan planet ini.
Tugas Kita: Orangtua dan Pendidik Orangtua dan pendidik harus sadar: anak bukan wadah kosong untuk diisi data. Mereka adalah benih kesadaran yang perlu disirami dengan nilai-nilai hidup. Ajarilah mereka bagaimana memahami perasaan, mengenali luka batin, menumbuhkan empati, berani berkata jujur, dan tetap tenang di tengah tekanan. Ajarilah mereka bahwa menjadi baik jauh lebih penting daripada terlihat pintar.
Santosha Atma: Menyadarkan, Bukan Menggurui Santosha Atma hadir untuk mengingatkan bahwa kebijaksanaan sejati bukan sesuatu yang dicari ke luar, tapi dibangkitkan dari dalam. Kita percaya bahwa setiap jiwa memiliki potensi untuk hidup penuh ke