WONOSADI

WONOSADI Hutan Adat Wonosadi terletak di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen Kab Gunungkidul. Di tengah hutan terdapat sumber/mata air yang mengalir sepanjang masa.

Hutan Adat Wonosadi terletak di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen. Hutan yang masih dikeramatkan oleh warga sekitar ini masih mempunyai hubungan sejarah dengan petilasan yang berada di Gunung Gambar. Jika di Gunung Gambar adalah petilasan dari Ki Ageng Gadingmas, maka di hutan Wonosadi ini merupakan petilasan dari saudaranya yang bernama Ki Onggoloco. Keduanya merupakan putra dari seorang selir Prabu Brawijaya V yang bernama Rororesmi. Rute paling mudah untuk mencapai hutan ini adalah jika anda datang dari arah Nglipar, berjalan lurus ketika anda menemukan pertigaan Duren. Pertigaan ini bisa dikenali dengan ciri terdapat pohon Beringin di tengah-tengahnya. Sementara jika anda datang dari arah timur seperti Ngawen, Semin ataupun Jawa Tengah. Dari Ngawen anda menuju arah Nglipar, setelah balai desa Beji belok kanan di pertigaan yang sama. Menyusuri jalan aspal yang membelah perkampungan penduduk dan area persawahan. Anda kemudian akan menemukan jalan tanah yang agak menanjak di pinggiran hutan. Titipkan kendaraan anda di rumah penduduk sekitar yang berada di pinggiran hutan sekaligus meminta ijin untuk memasuki hutan ini. Karena hutan ini masih sangat disakralkan atau dikeramatkan maka anda diwajibkan untuk menjaga kesopanan dengan tidak melakukan hal-hal negatif di dalam hutan. Tersebutlah serombongan pelarian Majapahit yang dipimpin oleh seorang perempuan bernama Rororesmi dan kedua orang anaknya yaitu Onggoloco dan Gadingmas. Rororesmi adalah seorang selir dari Parabu Brawijaya V dan dua orang anaknya adalah mantan senopati perang yang tangguh. Kelompok tersebut terpisah dengan kelompok lainnya, berbulan-bulan menuju kearah barat sesuai petunjuk gaib yang diterimanya. Sampailah mereka pada sebuah areal hutan yang luas dan lebat dan dikenal sebagai hutan yang banyak dihuni oleh makhluk halus/ghaib. Hutan tersebut terletak pada lereng perbukitan yang miring ke selatan yang dikenal sebagai Hutan Wonosandi yang artinya hutan yang penuh rahasia. Lama-kelamaan nama hutan itu berubah menjadi Hutan Wonosadi sampai sekarang. Dengan tekad yang kuat, mereka memohon kekuatan dan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa dimulailah membuka hutan untuk membuat pemukiman baru. Bagaikan cerita wayang Bima babat Alas Wanamarta, banyak rintangan yang dihadapi terutama dari para makhluk ghaib yang menghuninya yang dipimpin oleh raja jin bernama Gadungmelati yang berwujud seekor macan putih yang ganas. Dengan kesaktian yang dimiliki oleh kedua mantan senopati tersebut maka raja jin Gadungmelati pun dapat ditaklukkan dan membantu dengan permintaan diperbolehkan menetap bersama seluruh anak buahnya di sumber/mata air yang berada di tengah hutan itu untuk selamanya. Permintaan tersebut dikabulkan dengan imbal balik bahwa Gadungmelati tidak boleh mengganggu masyarakat sekitar hutan dan diharuskan ikut melestarikan hutan tersebut. Itulah mengapa hutan tersebut menjadi angker sampai sekarang dan oleh warga sekitar dianggap sebagai hutan keramat (dikeramatkan). Setelah menemukan pintu masuk hutan, untuk menemukan pertapaan ki Onggoloco sudah disediakan jalan setapak menuju ke tengah hutan. Jalan setapak yang menanjak cukup membuat energi anda terkuras, tapi anda akan terhibur dengan adanya pohon-pohon langka dan suara-suara burung langka di hutan ini. Setelah melewati semak belukar yang cukup berdiri anda akan disambut oleh pepohonan yang seakan-akan membentuk sebuah lorong menuju ke atas. Jalan setapak yang menanjak tersebut sangat teduh karena sinar matahari tidak banyak yang berhasil menenbus dedaunan rimbun pohon di hutan ini. Fisik anda harus dalam keadaan prima untuk menaiki jalan setapak yang mempunyai tanjakan cukup tajam ini. Sampai di atas atas anda akan menemukan semak belukar lagi, kemudian anda melihat pohon-pohon besar yang berada di depannya. Disitulah tempat yang dipercaya sebagai tempat pertapaan Ki Onggoloco. Suasana sangat teduh dan dihiasi oleh suara-suara satwa liar membuat kawasan ini memang terasa sangat sakral. Belum lagi pohon-pohon besar berupa Pohon Asem Jawa dan Munggur yang tidak muat jika dipeluk dengan dua tangan. Konon pohon-pohon ini sudah berusia ratusan tahun. Ditempat ini pula biasa diadakan upacara sadranan yang diselenggarakan bersamaan dengan sadranan di Gunung Gambar. Hal ini dikarenakan kesamaan sejarah yang dimiliki oleh kedua situs tersebut. Dipercaya kedua tempat tersebut adalah tempat kedua tokoh tersebut untuk melakukan moksa. wasiat dari Ki Onggoloco : Agar hutan Wonosadi dirawat dan dilestarikan sepanjang masa demi kemakmuran anak cucu. Dilarang merusak, barang siapa merusak akan mendapat musibah/bencana. Apabila ada anak cucu yang sakit apa saja, di hutan ini sudah terdapat obatnya. Maka hutan ini bisa disebut juga sebagai Hutan Wonosudo yang berarti hutan yang menyimpan obat-obatan didalamnya. Upacara tahunan untuk berkumpul bersama (reuni) agar dilanjutkan setiap tahun demi menjaga silaturahmi. Hutan di Dusun Duren, Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, ini memiliki sejarah panjang hingga tetap bertahan di tengah maraknya konversi lahan. Kisah yang disebut warga sekitar sebagai legenda itu pula yang mampu menyelamatkan Hutan Wonosadi. Tak satu pun warga hingga kini berani mengambil kayu dan merusak aneka tumbuhan langka. Pohon-pohon yang mati tersambar petir saja tidak akan ditebang dan dibiarkan menjadi humus. Warga Wonosadi percaya hutan itu merupakan warisan sekaligus titipan dari nenek moyang. Alkisah, selir dari Raja Majapahit Brawijaya yang bernama Rara Resmi melarikan diri bersama dua putranya, Gading Mas dan Onggoloco, seiring runtuhnya kerajaan Hindu itu. Mereka berbaur dengan masyarakat Wonosadi, mengajar ilmu kanuragan, dan diangkat menjadi pemimpin. Onggoloco selanjutnya merintis berdirinya Hutan Wonosadi dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan air penduduk. Selain dikenal sebagi pertapa yang kemudian moksa atau mati dengan raga menghilang di hutan, Onggoloco terkenal lucu, jujur, sekaligus berbakat seni. Dia pula yang mengajari warga memainkan kesenian rinding gumbeng dari Kerajaan Majapahit. Hingga kini, warga masih melestarikan seni tiup bilah bambu ini. Secara turun-temurun, generasi tua selalu mewariskan petuah dari pendahulu mereka untuk menjaga Hutan Wonosadi. Mereka menegaskan, hutan itu hanya titipan untuk anak cucu. Jika merusak, warga percaya akan terkena karma. Menurut Ketua Penghijauan Hutan Wonosadi Sudiyo, sebagian warga sempat berupaya mencuri kayu, tetapi malah tertimpa kemalangan. SD Negeri Bejiharjo II yang dibangun dengan kayu dari Wonosadi, misalnya, kemudian malah roboh. Kesakralan legenda Hutan Wonosadi, lanjut Sudiyo, sempat ternoda dengan adanya penebangan besar-besaran pada 1965. Ketika hutan telah gundul, mata air tak lagi mengalir. Sejak 1966, warga secara bergotong royong kembali menanami hutan dan mata air tak pernah kering. Tradisi sadranan secara rutin digelar setiap tahun di tengah hutan sebagai wujud syukur. Hutan Wonosadi menempati lahan perbukitan seluas 23 hektar. Warga juga menanami lahan milik pribadi di sekeliling hutan dengan tanaman keras yang berfungsi sebagai hutan penyangga dengan luasan 25 hektar. Cukup banyak tanaman langka mulai dari anggrek hutan, aneka tumbuhan obat seperti buah birit, cendana, hingga pohon berusia lebih dari 500 tahun bisa dengan mudah ditemui. Kecintaan terhadap hutan terus ditanamkan ke generasi muda. Yoga Pangestu yang baru duduk di bangku kelas VI SD sering kali menemani pengunjung untuk menyusuri hutan sembari belajar mengenal aneka flora dan fauna. Padahal, untuk berjalan kaki keliling hutan dengan medan perbukitan curam dan terjal, dibutuhkan waktu hingga lebih dari 4 jam. Tak hanya warga sekitar yang memperoleh manfaat dari Hutan Wonosadi. Kalangan akademisi dari berbagai universitas di Yogyakarta kerap mengunjungi lokasi tersebut untuk penelitian maupun sekadar wisata pendidikan. Warga bermimpi, nantinya Hutan Wonosadi bisa menjadi museum hidup sekaligus media pembelajaran. Namun, infrastruktur jalan maupun petunjuk arah menuju hutan ini masih tidak memadai. Jauh sebelum manusia modern mendengungkan bahaya pemanasan global, warga sekitar Hutan Wonosadi telah memiliki kesadaran tinggi dalam memelihara hutan sebagai paru-paru dunia.

Address

Jalan Beji/Ngawen
Yogyakarta City
55853

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when WONOSADI posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Practice

Send a message to WONOSADI:

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram