Sanyas Dharma

Sanyas Dharma Raga hanya seonggok daging. Ia menjadi sosok bernilai manakala di dalamnya terkandung nyawa, sukma,

07/10/2025

🎤 “Di Manakah Lokasi Sri Krishna?”
Oleh Ida Bhawati Inyoman Jana

“Om Swastyastu…
Om Awighnam astu namahsidham.

Smetonku, Para Bhakta Hindu Dharma sekalian, Sore ini saya dapat pertanyaan berat: ‘Dimana lokasi Sri Krishna?’
Kalau salah jawab, bisa-bisa Bhakta yang berharap sampai Goloka malah tersasar ke Denpasar Timur! 😂

Mari kita Ngopi kupas satu-satu, biar jelas. Tapi ingat, jangan tegang. Kalau ada yang terlalu serius, nanti saya kasih lawakan biar cair, kaya es daluman!”

1. Krishna katanya tinggal di Goloka, di atas Vaikuṇṭha

“Wah, keren ya… kayak perumahan elit kosmik.
Ada brosur di Purāṇa: rumah bertabur permata, sapi ngeluarin susu transendental, semua kata jadi lagu, semua langkah jadi tarian…
Wih, kalau gitu nggak perlu konser Coldplay, di Goloka tiap pohon aja bisa karaoke! 😂

Tapi tunggu dulu… mari kita cek Dalam Kitab Suci Agama Hindu Dharma: Śruti:

👉Dalam Chāndogya Up. 6.2.1 tertulis:
ekam eva advitīyam – “Yang ada hanya SAT, satu tanpa kedua.”
Nah! Kalau hanya SAT yang ada, berarti tidak ada cluster bernama Goloka atau perumahan kosmik bertingkat.
Kalau ada yang bilang ‘Goloka ada di atas Vaikuṇṭha’, itu bukan tattwa, itu marketing properti sampradāya! 😂huwaaaahaaaa...

👉dalam Lontar Bali juga memperkuat argumentasi: Wṛhaspati Tattwa:
“Paramasiwa tan rūpa, niskala, tan kena kinaya ngapa.”
Realitas tertinggi tidak bisa dibayangkan, tidak bisa digambar, apalagi diukur letaknya.
Jadi, jangan bilang: “Krishna tinggal di Goloka, 50 crore yojana di atas Vaikuṇṭha.”
Lah, ini Tuhan atau Google Maps kosmik? 😂wowwwww

2. Krishna katanya meliputi seluruh kosmos, bahkan setiap atom

“Kalau Krishna ada di setiap atom… berarti ada di atom nasi jinggo, atom arak Bali, bahkan di atom… nyamuk!
Bayangin kalau kita tepok nyamuk: ‘Astungkara, maaf Bhagavan, refleks!’ 😂

👉dalam Śruti: Bṛhadāraṇyaka Up. 3.9.26:
neha nānāsti kiñcana – ‘Dalam realitas mutlak, tidak ada keanekaragaman.’
Artinya, jangan bilang Tuhan ini ada di atom A, atom B… karena pada level Brahman, atom pun lenyap.

👉lanjut ke Smṛti: Bhagavad Gītā 12.3–4
“Mereka yang memuja Yang Tak Berwujud, yang Tak Terlukiskan… mereka pun mencapai-Ku.”
Berarti, nggak harus lewat nama Krishna. Bisa lewat pemujaan kepada Brahman Nirguṇa juga.

👉 Lontar Bali juga bilang dalam Śivajñāna Tattwa:
“Siwa Tattwa tunggal tanpa duā, meliputi jagat tapi sekaligus melampaui.”
Nah! Kalau begitu, yang benar-benar meliputi atom-atom bukan Krishna sebagai persona, tapi Paramasiwa niskala.
Kalau Bhakta masih ngotot Krishna ada di semua atom, ya sama aja kayak bilang Tuhan itu seperti LPG—ada di setiap tabung! 😂hoooooo....

3. Krishna katanya bersemayam di hati semua makhluk

“Kalau Krishna ada di hati semua makhluk, berarti di hati pacar kita juga ada Krishna.
Jadi pas pacar bilang: ‘Di hati aku cuma ada kamu…’
Eits, jangan GR! Itu bukan kamu, Bro… itu Krishna yang numpang kontrak di sana! 😂wkwkwkwk...

👉Dalam Śruti: Kaṭha Up. 2.2.13 bilang:
aṇor aṇīyān mahato mahīyān ātmā’sya jantor nihito guhāyām –
“Atman yang halus bersemayam di hati semua makhluk.”
Di hati itu Ātman universal, bukan Krishna pakai seruling duduk manis di jantung kita.
Kalau Krishna betul-betul duduk di jantung, bisa-bisa dokter bedah bingung: ‘Ini pasien kena sumbatan lemak, atau suling bambu?’ 😂 wkwkwkwk...

👉Dalam Smṛti: Mahābhārata, Śānti Parva, bilang:
“Brahmanlah tujuan tertinggi; nama-nama seperti Viṣṇu, Śiva, Prajāpati hanyalah sebutan.”
Jadi Paramātma di hati itu hakikatnya Brahman, bukan eksklusif Krishna.

👉 Lontar Bali, Sarasamuccaya 2 juga bilang:
“Atman iku Paramātma, hana ring sarwa bhūta.”
Atman adalah Paramātma yang ada dalam semua makhluk. Tidak disebut nama khusus.
Jadi jangan heran kalau ada Bhakta salah tafsir: dikira Krishna bersemayam di hati, padahal yang dimaksud itu Paramātma.

4. Krishna katanya hadir di mana nama-Nya dilantunkan

“Kalau Krishna betul hadir di mana namanya dilantunkan, bayangin Bhakta karaoke di Kuta nyanyi: ‘Hare Krishna, Hare Krishna…’
Tiba-tiba Krishna muncul: ‘Bro, ini bhakti tulus atau audisi dangdut?’ 😂hooooo

👉 Śruti: Māṇḍūkya Up. 1, bilang:
Om ity etad akṣaram idam sarvam –
“Om adalah segalanya.”
Jadi kehadiran Tuhan bukan hanya lewat nama Krishna, tapi lewat Om, suara kosmik.

👉Dalam Smṛti: BG 18.66 bilang:
sarvadharmān parityajya mām ekaṃ śaraṇaṃ vraja
→ “Mām” ditafsir sebagai Brahman universal.
Jadi bukan sekadar Krishna personal.

👉 Lontar Bali: Tutur Tattwa
Di Bali, mantra pemujaan bisa lewat Siwa, Wisnu, Brahma, Dewi… semua menuju Paramasiwa.
Jadi bukan cuma Krishna yang datang kalau dipanggil. Kalau Bhakta manggil Dewi Durga, jangan kaget kalau yang datang bukan Krishna, tapi Durga pakai kendaraan singa! 😂 Wiiiiiiii....

✨ “Bhakta sekalian, intinya:

Kalau kita bicara bhakti, wajar kalau bilang Krishna ada di mana-mana.

Tapi kalau bicara tattwa, Śruti jelas: yang meliputi segalanya itu Brahman nirguṇa.

Smṛti juga bilang: jalur menuju Yang Nirguṇa sah.

Lontar Bali tegas: hakikat tertinggi adalah Paramasiwa niskala, tan kena kinaya ngapa.

Jadi kalau ditanya: ‘Dimana lokasi Sri Krishna?’
Jawab aja dengan jujur:
‘Lokasinya ada di hati para Bhakta yang nyanyi keras-keras, tapi kalau pakai GPS Vedānta, yang ketemu bukan Krishna, tapi Brahman tanpa alamat!’ 😂

Om Santih, Santih, Santih Om. 🙏✨”Rahayu.

Persahabatan... Menjalin sebuah persahabatan merupakan sebuah anugerah yang harus dijaga. Segala s**a dan duka dilalui b...
11/09/2025

Persahabatan...

Menjalin sebuah persahabatan merupakan sebuah anugerah yang harus dijaga. Segala s**a dan duka dilalui bersama membuat hubunganmu dengan temanmu terasa begitu erat dan solid. Tentunya, hal ini tidak terlepas dari sikap dalam pertemanan yang dijaga dengan baik.

Selain itu, kamu juga perlu menghidari sikap yang tidak boleh dilakukan dalam berteman agar dapat menghargai satu sama lain. Masalah akan bisa timbul saat kamu atau temanmu melakukan sikap yang buruk. Hal ini bahkan dapat mengancam runtuhnya hubungan pertemanan kalian. Lalu, apa sajakah sikap dalam berteman yang tak boleh dilakukan?

1. Memberi julukan negatif dan membicarakan keburukan teman dengan orang lain.
Sikap dalam berteman yang tak boleh dilakukan salah satunya ialah memberikan julukan yang negatif atau terdengar buruk. Kamu dan temanmu memang bersahabat, tetapi hal itu tidak berarti kamu dapat memperlakukannya dengan semena-mena. Temanmu mungkin memang seseorang yang sangat lucu dan memiliki karakter unik, tetapi memberikan julukan negatif atau buruk kepadanya dapat membuat perasaannya tersakiti. Kamu perlu memikirkan perasaaannya atas sikap atau julukan yang kamu berikan padanya sebagai sahabatmu.

Bukan hanya memberi julukan negatif, kamu juga tidak boleh membicarakan keburukan atau aib temanmu kepada orang lain. Temanmu mungkin memiliki beberapa sifat yang tidak kamu s**ai, atau mungkin hal lain yang mengganggu dirimu. Namun, itu bukan berarti kamu dapat membicarakannya dengan orang lain. Cobalah untuk bersikap terbuka pada temanmu mengenai hal-hal tersebut.

2. S**a mengkritik dan sering berbohong.
Ketika temanmu berada dalam kesulitan atau membuat kesalahan, sepantasnya sebagai teman kamu membantunya dan berdiri di sisinya. Berikan pemahaman dan dengarkan keluh kesahnya atas kesulitan dan kesalahan yang dialaminya. Jangan mengkritik dan menghakiminya sebelum kamu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Saat mendengarkan keluh kesahnya dan memberikan saran ataupun pemahaman padanya, ingatlah untuk tidak berbohong padanya. Katakan apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu dan jangan menyutujui sesuatu yang kamu pikir itu bukanlah hal yang tepat. Berikanlah pendapat yang jujur. Kebenaran yang kamu katakan dapat menyelamatkannnya dari pilihan yang salah.

3. Memanfaatkan teman dan terlalu banyak ikut campur pada urusan pribadinya.
Pertemanan yang kamu miliki mungkin memang memiliki ikatan yang sangat dekat. Tapi jangan salah, meski begitu bukan berarti kamu dapat memanfaatkan temanmu untuk mendapatkan apa pun yang kamu inginkan.

Kamu mungkin secara tidak sadar memanfaatkan temanmu hingga berlebihan dan terkesan tidak sopan. Hindari sikap seperti itu dan ingatlah untuk selalu mengucapkan terima kasih atas bantuan ataupun pemberian, seperti hadiah yang diberikannya. Berikan apresiasi kepadanya untuk menunjukkan rasa terima kasih dan rasa sayang sebagai teman dekat.

Kamu juga perlu mengingat bahwa sedekat apa pun kamu dengan temanmu, jangan melewati batas personal yang dimilikinya. Temanmu juga memiliki privasi yang harus dijaganya. Hargailah hal itu dengan tidak sembarangan ikut campur pada segala urusan pribadinya.

4. Mengabaikan teman saat berbicara.
Saat dirimu sedang berbicara, tentunya kamu menginginkan perhatian dari orang yang diajak bicara, bukan? Hal ini juga berlaku pada temanmu. Ia ingin kamu mendengarkan apa yang dibicarakannya dan memberikan respons terhadap ceritanya. Tetapi, kamu justru secara tidak sadar bermain ponsel dan tidak memperhatikan apa yang temanmu ucapkan, sehingga terkesan mengabaikannya.

Kebiasaan bermain ponsel saat teman berbicara merupakan hal yang menunjukkan bahwa kamu tidak menghargai temanmu. Coba pikirkan jika kamu berada dalam posisinya, tentu kamu akan merasa marah dan kesal bukan? Oleh karenanya, hargailah temanmu saat ia berbicara. Perhatikan apa yang dibicarakan dan berikanlah respons padanya. Ingatlah untuk tidak mengabaikannya saat berbicara.

5. Mengabaikan teman saat marah, kecewa, atau kesulitan.
Tidak hanya mengabaikan saat berbicara, hindari juga sikap mengabaikan teman saat ia sedang marah atau kecewa. Cobalah untuk menempatkan dirimu pada posisi temanmu yang sedang kecewa, tetapi diabaikan.

Kamu mungkin berpikir untuk memberinya ruang sendiri agar Ia bisa tenang. Namun, itu bukan berarti kamu mengabaikannya dan tidak peduli padanya. Kamu bisa menghibur dan mendukungnya melalui chat pesan singkat. Ini akan membuatnya merasa dipedulikan dan mencegahnya berpikir pada kesimp**an yang aneh atau buruk.

6. Mudah baper dan marah dengan alasan yang tidak jelas.
Sikap lain yang mungkin secara tidak sadar kamu lakukan adalah mudah baper dan ngambek terhadap sesuatu yang tidak jelas. Kamu mungkin tidak menyukai sikap atau perkataan temanmu, tetapi jangan sampai kamu bersikap seperti itu. Kamu bisa membicarakan hal tersebut kepada temanmu.

Marah atau ngambek tanpa alasan yang jelas dapat membuat temanmu kesal dan pertemanan akan terasa tidak nyaman baginya dan dirimu sendiri. Ia juga tidak dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan kesalahan yang diperbuatnya. Oleh karenanya, penting untuk saling jujur membicarakan hal tersebut dengan sikap terbuka sesama teman.

7. Tidak menepati Janji.
Bagi sebagian orang yang memiliki hubungan pertemanan, menepati janji bukanlah sebuah kesulitan. Namun bagi sebagian lainnya, janji yang tidak ditepati merupakan masalah yang sering terjadi. Janji adalah sebuah hal berharga dalam menjalin hubungan pertemanan maupun hal lainnya.

Saat janji tersebut diingkari, maka akan mendatangkan kesulitan dan masalah bagi orang lain, khususnya untuk temanmu. Jika kamu sudah sering tidak menepati janji dengan temanmu, jangan heran jika Ia akan memutuskan pertemanan denganmu. Jika memang kamu tidak bisa menepati janji, maka komunikasikanlah secara jujur dengan temanmu agar ia tahu apa yang kendala yang kamu hadapi.

05/09/2025

🪔 “Minum Segar di Dunia, Minum Nanah di Neraka” oleh Ida Bhawati Inyoman Jana lan Rini Budjana

Om Swastyastu 🙏,
Semeton Bhakta Hindu yang saya muliakan ,

Hari ini kita sampai pada neraka keempatbelas, namanya Pūyoda. Kalau di dunia kita sering cari minuman segar: es daluman, es campur, atau jus alpukat, di neraka ini menunya beda: nanah, darah, dan kotoran. Siap-siap, inilah “café horror” untuk para pendosa. 🤢wow seremmm ...

Dalam Śrīmad Bhāgavatam 5.26.20 dituliskan

> ye surāṁ pibanti pāpakarmāṇaḥ paradārān sevante,
te pūyode nipatanti,
yatra pītvā mala-mūtra-rudhira-pūyaṁ kṣudhitā na tṛpyanti.

“Mereka yang meminum minuman terlarang, hidup dalam dosa, dan berzina, akan jatuh ke neraka Pūyoda, di mana mereka dipaksa menelan darah, kotoran, dan nanah, tetapi tidak pernah kenyang maupun puas.”

Begini 😂 Ilustrasi yang saya buat sedikit Lucu Yach ....

Bayangkan ada orang yang tiap malam mabuk-mabukan. Kalau ditanya, dia bilang: “Minum biar happy, bro!” Atau ada orang yang hobi selingkuh, bilang: “Cinta itu bebas.”

Di dunia, mungkin mereka tertawa. Tapi di neraka Pūyoda, mereka dapat minuman “eksklusif”: bukan jus jeruk, tapi jus nanah kental. Kalau di dunia mereka bilang: “Ayo cheers, tambah satu botol!”
Di neraka mereka malah bilang: “Aduh, stop dulu, perut penuh nanah, bro!” 🤣

Siapa Kriteria yang Masuk ke Pūyoda?

Orang yang s**a mabuk dengan minuman keras.

Mereka yang berzina dan menghancurkan rumah tangga.

Orang yang hidup menuruti nafsu rendah.

Orang yang rakus dan kotor dalam kebiasaan hidupnya.

Adapun Nilai- Nilai yang Bisa Dipetik adalah:

1. Kesucian (Saucam) – tubuh ini anugerah, jangan dikotori mabuk & zina.

2. Pengendalian diri (Brahmacarya) – kendalikan nafsu, jangan jadi budaknya.

3. Ahara śuddhi – makan dan minumlah yang sattvika, yang suci dan sehat.

4. Syukur – isi tubuh dengan hal-hal yang mendatangkan dharma, bukan adharma.

Bagaimana ✅ Cara Menghindarinya???

Jauhi minuman keras dan narkoba.

Setia kepada pasangan, hormati kesucian rumah tangga.

Pilih makanan dan minuman yang suci, sehat, dan menumbuhkan sattva.

Jadikan tubuh sebagai wadah pelayanan, bukan wadah adharma.

Semetonku Bhakta Hindu yang berbahagia, mari kita renungkan. Kalau di dunia kita mengejar kesenangan rendah, mabuk dan selingkuh, di akhirat kita akan minum bukan jus segar, tapi nanah busuk di Pūyoda.

Lebih baik sekarang kita isi hidup dengan dharma dan bhakti, sehingga tubuh ini menjadi wadah suci, bukan wadah penderitaan. Maka minuman kita nanti bukan nanah neraka, melainkan amṛta – air keabadian.

Om Santih, Santih, Santih Om 🙏Rahayu

Tutur SaraswatiDEWI SARASWATISIMBOL PENYADARAN DAN PENCERAHANDALAM AGAMA HINDUI. PENDAHULUANHari ke – 210 dalam kalender...
05/09/2025

Tutur Saraswati
DEWI SARASWATI

SIMBOL PENYADARAN DAN PENCERAHAN
DALAM AGAMA HINDU

I. PENDAHULUAN

Hari ke – 210 dalam kalender Jawa – Bali adalah hari sabtu Umanis Wuku Watugunung, hari terakhir dari lingkaran kalender itu disebut juga hari Saraswati, hari suci bagi umat hindu indonesia untuk melakukan Puja Saraswati.

Tentu menarik perhatian kita bagaimana proses masuknya hari Puja Saraswati ke dalam sistem kalender wuku (Kalender Jawa-Bali), padahal di India sendiri Puja Saraswati diadakan pada awal musim semi antara Januari dan Februari, (Kinsley, 1986 : 64; Benerjea, 1987 : 69). Sebagaimana diketahui umat Hindu Indonesia juga memakai sistem kalender Surya-chandra-pramana yang melahirkan hari-hari raya/suci seperti Hari Raya Nyepi dan Siwaratri; sedangkan sistem kalender wuku antara lain melahirkan hari raya Galungan, pagerwesi, Saraswati dan yang lain.

Puja Saraswati kiranya mendapat tempat istimewa Indonesia, sehingga masuk ke dalam sistem kalendernya, tetapi juga ditempatkan pada hari terakhir, dan hari untuk mengumpulkan dan menyucikan benda- benda pusaka dan pustaka. Puja Saraswati ditandai oleh kegiatan “candi pustaka” (mengumpulkan lontar-lontar dan buku-buku terpilih) yang dijadikan sthana Hyang saraswati, melaksanakan brata Saraswati dan puja Saraswati. puja Saraswati dilaksanakan pada pagi hari (dengan menghaturkan sesajen khusus disebut banten Saraswati), dan pada malam harinya (semalam suntuk) dilakukan pembacaan dan menyanyikan kitab-kitab suci dan kitab-kitab sastra terpilih, sampai besok paginya saat dilakukan Banyu Pinaruh, pencarian air atau membersihkan diri pada sumber-sumber air (laut, danau, campuhan, mumbul, mata air). Kata “banyu pinaruh” boleh jadi berasal dari kata “banyu pangawruh” yang berarti “air ilmu pengetahuan” (yang menyucikan dan memberi vitalitas hidup).

Saraswati (dalam bahasa Sanskerta bermakna “sesuatu yang mengalir”, ‘percakapan’, ‘Kata-kata) di dalam kitab suci Weda dipuja sebagai Dewa Sungai dengan permohonan mendapatkan vitalitas hidup dan kesehatan.Posisinya sebagai Wach atau “Dewa Kata-kata” baru ditemui dalam kitab-kitab Brahmana, Ramayana, dan Mahabharata. Belakangan Saraswati dikenal sebagai “sakti” dewa Brahma atau Dewi Kata-kata atau Dewi Ilmu Pengetahuan. Nama lain dari Saraswati adalah Bharati, Brahmi, Putkari, Sarada, Wagiswari (John Dowson, 1979: 285; Davane, 1968).

Baik sebagai Dewa Sungai ataupun sebagai Dewa Kata-kata atau Dewa Ilmu Pengetahuan, Saraswati dikenal dan dipuja oleh umat Hindu Indonesia. Dalam mantram Sapta Gangga yang diucapkan dalam memohon tirtha nama Saraswati disebutkan beberapa kali (Goris, 1936 : 33). Dengan demikian Saraswati yang pada awalnya sebagai istadewata kaum agamawan dan literati sekarang telah menjadi pujaan seluruh umat Hindu. Adakah hal itu sebagai pertanda telah terjadinya penyadaran dan pencerahan dalam masyarakat umat Hindu?

II. SARASWATI; SIMBOL PENYADARAN DAN PENCERAHAN

Mengawali tulisannya berjudul Saraswati, Kinsley telah mencatat bahwa diseluruh India Saraswati telah dipuja sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan. Selanjutnya ia menguraikan bagaimana kehadiran Saraswati dalam kitab-kitab Weda, Brahmana, Ramayana dan Mahabharata sampai pada kitab- kitab Purana.

Studi khusus terhadap Saraswati dalam kitab Weda telah dilakukan oleh Raghunath Airi yang menghasilkan tulisan berjudul “Concept of Saraswati in Vedic Literature” (1977). Ia. menyatakan bahwa dipujanya Saraswati sebagai Dewa sungai tidak terlepas dari keinginan untuk mendapatkan kemakmuran, kesejahteraan dan vitalitas hidup, oleh karena itu Sungai Saraswati kemudian sangat disucikan, sebagaimana sungai Gangga dan Jumna. Tetapi Ananda Swamp Gupta yang mempublikasikan tulisan berjudul “Conception of Saraswati in The Puranas” (1962) menambahkan bahwa pemujaan terhadap Saraswati dilakukan adalah karena Saraswati diyakini memiliki kekuatan yang dapat menyucikan. Di samping itu secara khusus Saraswati disebut sebagai dewi yang dapat menyembuhkan atau memberikan kesehatan dapat kita baca dalam Satapatha-brahmana, atau di dalam Rg Weda (10.131) ketika Saraswati bersama dewa Aswinas disebut bersama-sama.

Catatan singkat di atas ingin menunjukkan bahwa saraswati telah hadir dalam Weda-Weda, kitab-kitab Brahmana, mahabharata, Ramayana, sampai pada kitab-kitab Purana (di Bali sendiri ada kakawin Saraswati, di samping puja / stawa Saraswati). Dengan demikian saraswati yang memiliki “makna spiritual” dan universal, dalam perjalanan sejarah juga mendapatkan maknanya yang kontekstual. Untuk kepentingan diskusi ini kita akan meneoba membahas Saraswati sebagai simbol penyadaran dan pencerahan.

Sebagai Wagiswari, Saraswati disimbolkan berstana dalam aksara suci, oleh karenanya kitab-kitab suci dijadikan candi (candi pustaka, candi bahasa, candi sastra, atau candi aksara) tempat suci bagi Saraswati, tempat Beliau disthanakan (pinratistha, supratistha). Aksara bagaikan menjadi “badan” Dewi Saraswati.

Sebagaimana kita ketahui. aksara suci OM () adalah pranawa mantra (esensi semua mantra), juga disebut sebagai nada Brahma. OM (terbangun oleh ANG, UNG, MANG) adalah “lagu alam semesta” tetapi juga “hukum alam semesta”. ANG, UNG, MANG, utpati, stithi, pralina (lahir hidup mati) adalah hukum alam semesta, yang terjadi pada setiap saat, yang tak terhindarkan oleh manusia, adalah bahan renungan yang penting bagi umat Hindu. Hal tersebut tidak saja akan memberikan wawasan kesemestaan, yaitu tentang hukum yang mengatur alam semesta (Rtt, atau Dharma), tetapi juga renungan yang mendalam ten tang ruang dan waktu, desa dan kala (atau bhuta dan kala). OM atau pranawa mantra (yang digambarkan dengan planit planit di alam semesta ini : bhumi, bulan, matahari, bintang-bintang) adalah juga esensi setiap kegiatan keagamaan Hindu yang terlihat berlapis mulai dari arcana, mudra, mantra, kuta-mantra dan pranawa mantra. Dan prana-wamantra yang maha-suci itu menjadi sarinya. dengan demikian sebuah aksara suci Om telah memberi kesadaran manusia tentang hakekat alam semesta ini (dan juga hakekat) dirinya yang” suci”. Kesadaran seperti itu akan memberikan wawasan kepada manusia tentang s**a dan duka, tentang kesengsaraan dan penderitaan dan seterusnya.

Itulah sebabnya pembicaraan tentang Saraswati pada akhirnya akan sampai pada pembahasan tentang apa yang disebut jnana, prajna, atau samyajnana, stithaprajna dan yang lain. Pembicaraan hal -hal tersebut menjadi intisari kitab-kitab suci Hindu.

Kitab Sarasamuccaya yang oleh penyusunnya (Bhagawan Wararuci, dinyatakan sebagai inti sari kitab Astadasaparwa karya Bhagawan Byasa) memuat sloka berikut : duhkhesvanudvignamanah sukhesu vigatasprhah, vitaçokabhayakkrodhah sthiradhirmuniruyate. Artinya : Yang disebut orang yang memiliki “keprajnanan” tidak bersedih hati jika mengalami kesusahan, tidak bergirang hati jika mendapat kesenangan, tidak keras**an nafsu marah, rasa takut, serta kemurungan hati, melainkan selalu tetap tenang jernih selalu fikirannya, karena beliau memiliki keluhuran budi, orang seperti itu disebut muni, orang yang maha arif bijaksana.

Keprajnanan atau samyajnana yang dimiliki seseorang akan memberikan pengetahuan yang teguh pada-Nya tentang “kebenaran”, sehingga tidak terombang-ambing oleh gelombang s**a dan duka, puas dan kecewa, benci dan sebagainya. Lebih lanjut Sarasamuccaya menyuratkan: vijayagnyudagdhani na rohanti yatha punah, jnana dagdhaistatha klelçairnatma sampadyate punah. Artinya: Maka kenyataannya kecemaran iri akan lenyap, jika dilebur dengan latihan-latihan jnana, jika telah hilang kekotoran diri karena telah ditemuinya samyajnana (pengetahuan sejati), maka terhapuslah lingkaran kelahiran, sebagai misalnya biji benih yang dipanaskan, hilang daya tumbuhnya, tidak mengecambah lagi (510).

Menurut kitab suci Sarasamuccaya, kebodohan (punggung, awidya) menimbulkan kedukaan dalam pikiran, lebih lanjut menimbulkan kesengsaraan. Oleh karenanya senantiasa dikatakan bahwa keprajnanan dipakai melenyapkan kebodohan dan kesengsaraan itu. disebutkan juga bahwa jnanabala (kesaktian pengetahuan) lebih utama dari kayabala, (kekuatan jasmani).

Apabila sekarang kita mengambil kitab Bhagawadgita kita tentu terpaut pada istilah stithaprajna. Pertanyaan Arjuna tentang orang yang telah mencapai sthitaprajna antara lain dijawab oleh Sri Kresna sebagai berikut : “Yang jiwanya tidak iipengaruhi oleh rasa sakit, yang tetap tak perduli meski di :engah-tengah kenikmatan, yang terbebas dari perasaan menyayangkan atau keterikatan dan kekhawatiran dan kemarahan, seorang muni yang sedemikian itu disebut orang yang berjiwa tenteram-seimbang”. (Bhg. II. 56). “Yang tidak memendam sedikitpun keterikatan khususnya terhadap seseorang dan barang, dan yang tidak mengharapkan sesuatu yang menyenangkan pun tidak membenci yang tidak menyenangkan, dialah seseorang yang berjiwa tenteram seimbang (prajna pratisthita)” (Bhg. II. 57).

Samyajnana atau stithaprajna memiliki makna yang sama, yaitu orang yang telah mencapai “pengetahuan yang sejati”, yang telah menghayatinya dan telah p**a melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendakian sepiritual yang dilakukan untuk mencapai puncak pengetahuan seperti itu diajarkan dalam agama Hindu sebagaimana tersirat dalam simbol Saraswati. Dalam agama Hindu, pengetahuan, kebijaksanaan, dan kesucian adalah sesuatu yang manunggal.

Dalam sebuah tulisannya berjudul “Pengetahuan dan Kebijaksanaan” (1975) S. Radhakrisnan pernah menyatakan bahwa ada kesenjangan antara pertumbuhan kebijaksanaan dan kemajuan pengetahuan. Ketidakseimbangan inilah yang mernberikan pengaruh kuat pada pikiran, ucapan dan tingkahlaku manusia. Setiap manusia harus memandang dirinya tidak sebagai benda hidup yang berada pada permukaan luar dari benda-benda alam tersebut. Ada suatu kedalaman hidup di dalarn dirinya. Ada sebuah pusat di sana yang selalu mengada dan hnggal di sana, apapun perubahan yang mungkin terjadi. Wacaspati mengatakan : esu vyavar-tamanesu yad anuvartate tat tebhyobhinnam. Sesuatu yang berada di dalam dunia yang berputar ini, di dalam roda waktu yang berputar, semua benda berputar, ada sebuah pusat yang tetap pada hap-tiap manusia. Pusat inilah membentuk sumber kebenaran dan kebijaksanaan yang menerangi kita. Apabila kita tidak memperhahkan pusat-pusat tersebut, apabila kita hanya sematamata hidup pada permukaan benda-benda, apabila kita berhubungan dengan mesin-mesin dan membuat diri kita menjadi mesin, maka bahaya besar benar-benar akan terjadi. Akibatnya kita terpisah dari jiwa (atma) kita sendiri. Jadi apapun pengetahuan kita, ilmiah atau humaniora, pahamilah itu sebagai ungkapan pikiran manusia yang mengagumkan, jiwa yang indah dan lembut di mana di dalamnya terdapat nyala api kesadaran. Apabila kita melihat pada permukaan benda-benda hal itu berarti kita melalaikan realitas yang merupakan sumber abadi dari segalanya.

Atmanam-widdhi, pengetahuan tentang Atma, Jiwa seru sekalian alam, yang juga jiwa manusia adalah pengetahuan yang tertinggi. Renungan tentang “Dia yang menjadi Pusat” segalanya (yang kemudian diwujudkan dalam aksara suci OM), Dia yang juga disebut Parama-tattwa oleh para filosof, disebut Parama-sastra oleh para sastrawan, disebut Paramaartha dan Parama-atma oleh umat Hindu secara luas adalah mengarahkan manusia pada kebijaksanaan dan kesucian. Sat Cit Ananda, kebenaran, Pengetahuan dan Kebahagiaan tertinggi, itulah yang menjadi cita-cita umat Hindu, sebagaimana diajarkan dalam kitab suci.

Adanya pemahaman ten tang ajaran tersebut di atas menyebabkan umat Hindu memiliki etos kerja yang jelas. orang yang telah mencapai tingkat pengetahuan tertinggi (samyajnana) tetapi terus aktif dalam kehidupan, menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya disebut orang telah mencapai jiwanmukta. Sebuah contoh baku tentang orang yang telah mencapai jiwanmukta ini adalah Raja Janaka yang dalam bhagawadgita disebutkan : karmanaiwa hi samsiddhim asthita anakadayah (Hanya dengan berkarma sajalah raja Janaka dan lain-lain mencapai kesempurnaan).

Demikianlah dengan hadirnya Dewi Saraswati dalam agama Hindu, umat Hindu diajarkan untuk terus menerus melakukan pendakian rokhani untuk mencapai samyajnana. Saraswati telah menuntun kita menuju pada “Kesucian rokhani” dengan juga memahami hakikat perubahan, dan hakikat yang abadi. Dengan demikian Saraswati adalah simbol penyadaran dan pencerahan dalam agama Hindu.

III. PENUTUP

Hadirnya Dewi Saraswati, dalam kitab-kitab suci Hindu te1ah menyebabkan umat Hindu memiliki pegangan dan arah yang jelas tentang proses pencarian pengetahuan. Jelas p**a adanya “hakikat pengetahuan” yang menjadi tujuan tertinggi tercapaian pengetahuan tersebut.

Saraswati bagaikan mernbawa obor penerang bagi umat Hindu, membebaskan umat Hindu dari kegelapan pikiran kedukaan, kemarahan, yang menjadi sebab adanya kesengsaraan. Akhirnya umat Hindu sampai pada renungan tentang samyajnana, sthitaprajna, yang merupakan tingkat kesadaran yang tertinggi, tetapi juga tentang paramatattwa, paramasastra yang merupakan sumber pengetahuan yang tak pernah kering dan berubah. Semua itu diwujudkan dalam aksara suci Om atau pranawa mantra.

Saraswati sebagai simbol kesadaran dan pencerahan telah mengakar dan rnembudaya di bumi Indonesia, diwujudkan dalam berbagai bentuk aktivitas keagamaan, termasuk upacara dan upakaranya. Revitalisasi ajaran tersebut perlu dilakukan sehingga simbol Saraswati senantiasa aktual, terlebih lagi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bekembang pesat dewasa ini.

05/09/2025

JENIS - JENIS NERAKA MENURUT AGAMA HINDU (part -3)

20) Avici/Avicimat (tanpa air/tanpa gelombang): Seseorang yang berbohong saat bersumpah atau berbisnis, berulang kali dilempar dengan kepala lebih dulu dari gunung setinggi 100 yojana yang sisi-sisinya berupa gelombang batu, tetapi tanpa air. Tubuhnya terus-menerus hancur, tetapi dipastikan tidak akan mati.

21) Ayahpana (minuman besi): Siapa pun yang minum alkohol selain dari yang disumpah atau seorang Brahmana akan dihukum di sini. Para Yamaduta berdiri di atas dada mereka dan memaksa mereka minum besi cair.

22) Ksarakardama (lumpur/kotoran asam/garam): Seseorang yang, karena kesombongan palsu, tidak menghormati seseorang yang lebih tinggi darinya melalui kelahiran, tapa, pengetahuan, perilaku, kasta, atau tata spiritual, disiksa di neraka ini. Para Yamaduta melemparkannya dengan kepala terlebih dahulu dan menyiksanya.

23) Raksogana-bhojana (makanan para Rakshasa): Mereka yang melakukan pengorbanan manusia dan kanibalisme dikutuk ke neraka ini. Korban mereka, dalam wujud Rakshasa , menebas mereka dengan pisau dan pedang tajam. Para Rakshasa berpesta dengan darah mereka dan bernyanyi serta menari dengan gembira, layaknya para pendosa yang membantai korban mereka.

24) Shulaprota (tertusuk tombak/panah tajam): Beberapa orang memberi perlindungan kepada burung atau hewan yang berpura-pura menjadi penyelamat mereka, tetapi kemudian mengganggu mereka dengan menusuk-nusuknya menggunakan benang, jarum, atau menggunakannya seperti mainan mati. Selain itu, beberapa orang berperilaku serupa terhadap manusia, merebut kepercayaan mereka, lalu membunuh mereka dengan trisula atau tombak tajam. Tubuh para pendosa tersebut, yang kelelahan karena lapar dan haus, ditusuk dengan tombak tajam seperti jarum. Burung karnivora yang ganas seperti burung nasar dan bangau mencabik-cabik dan melahap daging mereka.

25) Dandas**a (ular): Dipenuhi rasa iri dan amarah, beberapa orang menyakiti orang lain seperti ular. Mereka ditakdirkan untuk dimangsa oleh lima atau tujuh ular berkerudung di neraka ini.

26) Avata-nirodhana (terkurung dalam lubang): Orang yang memenjarakan orang lain di sumur gelap, celah atau gua gunung didorong ke neraka ini, sumur gelap yang dipenuhi asap dan asap beracun yang mencekik mereka.

27) Paryavartana (kembali): Seorang kepala keluarga yang menyambut tamu dengan tatapan kejam dan menyiksa mereka terkekang di neraka ini. Burung nasar bermata tajam, bangau, gagak, dan burung sejenisnya menatap mereka lalu tiba-tiba terbang dan mencungkil matanya.

28) Sucimukha (wajah jarum): Orang yang selalu curiga selalu waspada terhadap orang yang mencoba merampas kekayaannya. Bangga akan uangnya, ia berdosa karena mendapatkan dan mempertahankannya. Yamaduta menusukkan benang ke sekujur tubuhnya di neraka ini.

Selanjutnya S**adeva Goswami menjelaskan kepada Maharaja Pariksit bahwa di wilayah kekuasaan Yamaraja (dewa kematian) terdapat beratus-ratus dan beribu-ribu planet-planet neraka. Orang yang tidak saleh semuanya masuk ke dalam berbagai planet tersebut berdasarkan tingkat dosa yang dibuatnya.

Sedangkan orang-orang saleh memasuki sistem planet para dewa (surga). Tetapi baik orang-orang yang saleh maupun tidak saleh akan terlahir kembali di bumi ini setelah hasil dari perbuatannya, baik yang saleh maupun yang tidak saleh habis. ( Srimad Bhagavatam 5.26.37).

...

Address

Bali
306701

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Sanyas Dharma posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram