Health Research Consultant (HRC)

Health Research Consultant (HRC) Profesi Epidemiolog Kami adalah konsultan yang bergerak dibidang kesehatan terutama dalam memberikan konsultasi survey, Dan penelitian profesional lain.

Kami juga menyediakan berbagai artikel ilmiah tentang kesehatan sebagai upaya publikasi kami.Kami juga memberikan berbagai pelatihan tentang survelen epidemiologi, investigasi epidemiologi, sistem informasi kesehatan, menejemen proyek kesehatan, Survey, Pelatihan program SPSS, Epi info, Health Maper, dll. Pengolahan data-data statistik hasil penelitian dengan menggunakan SPSS tentu juga menjadi keahlian kami

30/04/2018

Tuberculosis merupakan salah satu penyakit yg bersifat endemik di indonesia. Hingga saat ini who memperkirakan indonesia adalah negara kasus tb no dua terbesar di dunia di bawah india. Keadaan ini meningkat dibandingkan dengan kejadian tb tahun 2013 dimna indonedia berada pada urutan keempat di dunia. Hingga saat ini kasus tb baru di indonesia yang dinyatakan dalam case finding notivication rate mencapai 98 persen per tahun dan terjadi peningkatan kasis dengan rata rata 4.1 persen pertahun sejak tahun 2013.
Upaya upaya yg dilakukan sampai saat ini didasarkan pada strategik global penanggulangan tb melalui dots program. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan tingkat kepatuhan kasus tb dalam proses pengobatan. Namun demikian, meskipun program ini dibiayai oleh gfatm dengan pengobatan tb secara gratis, hingga tahun 2017 case finding notification rate tidak menunjukan penurunan yag bermakna.
Pertanyaanya adalah apa dan mengapa cfnr case tb baru tidak menurun?
Hasil penelitian yg telah dilakukan di puskesmas deli tua tahun 2017 menunjukan adanya hubungan antara kompetensi individu dengan pencegahan penularan kasus tb. Hasil penelitian sirait 2017 menemukan hubungan yg signifikan pengalaman yang dirasakan (imitasi) dengan pencegahan penularan kasus tb. Saleh 2017 menemukan hubungan manajemen diri dengan pencegahan penularan kasus tb. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dikembangkan suatu model pemberdayaan KIM (kompetesi pasien, imitasi, dan manajem diri).
Kompetensi dalam pengabdian ini dilakukan dengan komunikadi dua arah menggunakan grup wa pasien, imitasi dilakulan dengan video testimoni penderita yg telah sembuh, dan manajemn diri dilakukan dengan memberikan daftar kerja manajemen.
Komunikasi secara efektif dilakukan antara pasien dan petugas kesehatan. Komunikasi ini tidak dibatasi oleh waktu. Komunikasi dilakukan dengan disain terarah yg memperhatikan sifat concordance dari suatu pola interaksi. Dengan komunikasi ini diharapkan dapat menurunkan kasus tb di kecamatan deli tua dalam penemuan kasus baru sebesar 9 persen.
Video testimoni padien tb yg telah sembuh adalah salah satu tool untuk meningkatkan self efficacy penderita tb. Hasil penelitian menunjukan iminatisi dapat meningkatkan motivasi hingga 60 persen jika imitasi dapat dilakukan secara persuasif melalui video testimoni. Jika kondisi ini tercapai imitasi dapat menurunkan kasus tb baru sebesar 25 persen.
Manajen diri adalah suatu upaya mendisplinkan kasus tb atau keluarga dalam menjalani proses pengobatan dan tindakan pencegahan penularan kasus tb. Manajemen diri diimplementasikan dalam bentuk kalender ceklist. Dengan diimplemantasikanya manajemen diri yg terarah diharapkan dapat menurunkan kasus tb baru sebesar 15 persen.

28/05/2016

ARTIKEL
REORIENTASI PELAYANAN KESEHATAN
Bahtera BD Purba, SKM, M.Kes
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan DELI HUSADA Delitua
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat


Bila kita simak acara debat kedua calon presiden pada salah satu TV swasta beberapa waktu yang lalu menunjukan bahwa visi dan misi pembangungunan kesehatan dari kedua calon presiden ini tidak jelas. Bahkan, salah satu calon memberikan solusi sederhana yang menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diprioritaskan pada kenaikan gaji perawat dan dokter. Banyak para kolega saya yang bertanya, jika gaji dokter dan perawat dinaikan, bagaimana dengan Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM), bidan, dan tenaga kesehatan lainnya? pertanyaan selanjutnya dan lebih esensial adalah apakah dengan menaikan gaji dokter dan perawat akan meningkatkan status kesehatan masyarakat di Indonesia?
Status kesehatan dapat dicapai bila empat elemen upaya kesehatan promotif, prevenif, kuratif, dan rehabilitatif diimplementasikan secara terpadu dan komprehensif (Notoatmojo, 2004). Upaya ini, secara kontiniu dibangun secara bersama-sama berdasarkan skala prioritas masalah. Namun, dalam immplementasinya konsep ini masih dipandang hanya sebuah slogan dalam upaya memprioritaskan pembangunan kesehatan pada elemen tertentu yang notabene merupakan suatu upaya tarik-menarik kepentingan pihak-pihak pengambil kebijakan di bidang kesehatan itu sendiri.
Dari paparan konsep kesehatan yang dijabarkan oleh kedua calon presiden tersebut, pandangan visi dan misi di bidang kesehatan masih stagnan pada dominasi upaya kuratif. Tidak berbeda dengan visi dan misi pemerintahan sebelumnya dimana konsep yang dibangun masih memandang sehat sebagai upaya monopoli kesehatan fisik yang diimpretasikan sebagi sakit-tidak sakit atau menderita-tidak menderita. Indikator sehat masih sangat kabur bila hanya diletakan pada tatanan sehat-sakit dan anehnya konsep ini dibangun berdasarkan pandangan masyarakat awam. Bila dibandingkan dengan konsep sehat dari WHO yang menitik beratkan sehat pada kesehatan fisik, mental, sosial, dan ekonomi, tentu pembangungunan kesehatan akan diterapkan dengan makna pemahaman yang lebih feksibel, komprehensif dan terpadu.

Upaya Preventif
Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari alokasi anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Alokasi anggaran kesehatan dari APBN yang selama ini terjadi tidak lebih dari 2%, sebabaliknya WHO menetapakan anggaran kesehatan dialokasikan sebesar 5% dari Product Domestik Bruto (SKN, 2009). Dari sekitar 2% anggaran kesehatan yang ditetapkan pemerintah 70% dianggarkan untuk pelayanan kuratif, selebihnya dimanfaatkan untuk upaya-upaya pelayanan preventif, promotif, dan rehabilitatif (Siagian, 2012).
Anggaran upaya pelayanan kuratif selama ini menjadi salah satu prioritas pemeritah, Namun dengan diberlakukanya BPJS sejak tahun 2014 ini menyadarkan kita bahwa telah terjadi perubahan paradigma pelayanan kesehatan dari orientasi kuratif ke orientasi promotif dan preventif. Hal ini berati bahwa upaya pelayanan kesehatan yang sebelumnya berfokus pada kesehatan individu berubah ke arah kesehatan kolektif. Alasan mendasar yang dapat diterima akal sehat kita adalah bahwa intervensi jaminan sosial kesehatan ini memampukan masyarakat untuk memilih berbagai cara pelayanan kesehatan kuratif sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan hak setiap individu untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan UUD 1945. Paradigma ini berimplikasi pada tenaga kesehatan di sektor medicine health service yang diharapkan dapat memberikan pelayanan mandiri dan professional sebagai privat sektor. Dalam konteks ini, peran pemerintah berubah pada upaya regulasi, bantuan teknis, dan teknikal consultan yang sifatnya memberikan driving pada nilai dan kualitas playanan.
Upaya pelayanan kesehatan preventif di satu sisi merupakan inisiatif dan merupakan pilihan terbaik pada pemerintahan selanjutnya. Adopsi terhadap inisiatif ini mengubah pandangan doktrin sehat dalam konteks sempit - menyebabkan upaya pelayanan kesehatan preventif masih tetap terpinggirkan dibandingkan dengan upaya pelayanan kuratif - ke dalam konteks yang lebih komprehensif. Efektifitas manfaat pelayanan preventif memang diakui lebih bersifat subjektif dan intuitif dibandingkan dengan upaya pelayanan kuratif. Subjektifitas pelayanan preventif terjadi karena upaya pelayanan preventif mencegah populasi yang rentan (susceptible) menjadi tidak sakit atau tetap sehat tetapi dampaknya cukup signifikan dalam meningkatkan outcome status kesehatan.
Pencegahan dapat diartikan sebagai suatu intervensi yang mencegah atau menunda kejadian penyakit yang menyebabkan cost pelayanan kesehatan menjadi rendah (Woolf, 2009). Upaya preventif memberikan tiga manfaat yang signifikan dalam program intervensi. Pertama; intervensi preventif dapat menghemat anggaran kesehatan yang ditunjukan dengan cost efektivness analysis yang lebih tinggi. Cost efektivness yang rendah dalam pelayanan kesehatan terjadi karena tingginya biaya diagnosis, pengobatan, konsultasi, dan perawatan. Alasan yang menarik memilih intervensi pelayanan preventif adalah penghematan (saving) anggaran pemerintah. Dengan demikian upaya preventif dapat dipandang sebagai batu pijakan dalam sistem redisain peningkatan outcome pelayanan kesehatan. Advokasi preventif memberikan argumen bahwa intervensi preventif menghemat uang atau anggaran dan ini berarti bahwa upaya preventif tidak hanya baik untuk kesehatan tetapi juga berarti mengontrol pengeluaran.
Kedua; upaya pelayanan preventif merupakan suatu nilai. Individu yang sehat tercermin dari kualitas hidup yang lebih baik. Populasi yang beresiko tinggi terhadap suatu penyakit - seperti bayi akan mengalami retradasi mental bila mengalami gizi buruk, kecacatan permanen bila tidak mendapatkan immunisasi polio - merupakan suatu nilai yang diperoleh dari intervensi program preventif. Kondisi sehat memberikan nilai fisiologis, ekonomis, psikologis, dan sosial yang tinggi pada individu. Sebaliknya, kondisi sakit akan menyebabkan produktivitas menurun dan menjadi beban ekonomi yang signifikan pada ekonomi negara, keluarga, dan bisnis.
Ketiga; sehat memberikan produktifitas kerja tinggi dan berkurangnya kemangkiran kerja sebagai dampak dari program intervensi preventif per unit rupiah yang diinvestasikan. Investasi preventif juga akan berdampak pada kemajuan suatu bangsa karena idividu yang sehat memproduksi generasi yang berprestasi dimasa yang akan datang.
Dengan demikian, upaya kesehatan preventif merupakan suatu peluang yang signifikan yang dapat diimplementasikan pada pembangunan kesehatan Indonesia pada periode pemerintahan selanjutnya. Terma yang menyatakan “mencegah lebih baik dari pada mengobati” tidak boleh lagi hanya dipandang sebagai terma yang latah untuk diucapkan tetapi saatnya untuk diimplementasikan sebagai strategi dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat yang lebih baik.

18/01/2016

Pandangan tentang atribut dalam suatu penelitian
Atribut adalah nilai dari suatu variabel. Nilai dalam konteks pemahaman data ada yg berupa kuantitatif dan kualitatif. Nilai itu afalah hasil mengukur dari suatu variabel. Contoh variabel jenis kelamin nilainya ada dua yaitu laki laki fan perempuan. Variabel tinggi badan nilainya bisa 134, 165,172 (cm). Jadi nilai dari suatu variabel itu disebut dengan atribut. Jika demikian atribut dapat berupa angka (bilangan), dan kata kata (laki laki dan perempuan). Atribut dalam kata kata umumnya menyatakan suatu kualitas, sedangkan atribut dalam bentuk angka akan menunjukan kuantitas. Jadi atribut ini harus dipikirkan dulu sewaktu metencanakan penelitian bersama variabelnya. Mungkin pertanyaan ini dapat kita lakukan, apa yg ingin saya teliti, apa variabelnya, dan apa atributnya

18/01/2016

Confounding factor
Dalam suatu penelitian sering kita mendengar istilah konfounding faktor. Confounding factor sering disebut sebagai factor petancu dan bukan faktor pengganggu. Confounding factor adalah variabel variabel penelitian (umumnya variabel bebas dalam penelitian multivariat) yg dapat mengacaukan hubungan variabel lain terhadap variabel terikat. Sebagai contoh, kita inginelakukan penelitian tentang hubungan antara merokok, kopi, kontrasepsi oral, usia, jenis kelamin terhadap kejadian kanker paru. Dari hasil analisis bivariat ditemukan bahwa kopi dan merokok berpengaruh terhadap kejadian ca paru. Secara teoritis (biological placybility) hubungan ini tidak dapat dijelaskan. Hasil ini kemudian dilakukan analisis multivariat ternyata, hasil ini menunjukan bahwa hanya rokok lah yg berpengaruh terhadap ca paru. Mengapa hal ini terjadii? Hal ini terjadi disebabkan karena hubungan antara kopi dan merokok yg diujikan secara statistik bivariat dilakukan secara bebas tanpa dikontrol oleh variabel lain. Setelah merokok dan kopi dimasukan secara bersama sama maka variabel minum kopi yang sebelumnya menekan variabel merokok pada hubungan bivariat menjadi tidak bermakna pada hubungan multivariat (palsu). Hal ini lah yg menyebabkan dalam penelitian observasional yg berbasis populasi hubungan antar variabel tidak boleh dilakukan hanya melalui uji bivariat. Uji bivariat hanya digunakan sebagai kriteria seleksi saja, sedangkan untuk melihat hubungan yg sebenarnya harus dilakukan uji multivariat

30/12/2015

Jenis_jenis variabel.
Pengertian tentang variabel sudah jelas bagi kita jika kita telah membaca catatan tentang variabel sebelumnya di page ini. Nah... sekarang kita akn membahas beberapa jenis variabel dan ini nantinya akan berkaitan dengan jenis daya dan skala ukur.
Variabel dapat dibedakan menjadi 2 bagian besar, yaitu variabel kualitatif dan variabel kuantitatif. Variabel kualitatif adalah variabel yang menunjukan kualiatas suatu benda atau objek. Variabel kualitatif dapat dibagi 2 yaitu: variabel dikotomi dan politomi. Variabel dikotomi adalah variabel dimana atributnya terdiri dari 2. Contoh variabel politomi seperti jenis kelamin yg terdiri dari laki_laki dan perempuan, sakit sehat, baik buruk dan sebagainya. Jadi variabel dikotomi adalah variabel yg mempunyai dia atribut. Sedangkan variabel politomi adalah variabel ygempunyai 3 atribut atau lebih. Contoh: pekerjaan dimana atributnya adalah petani, nelayan, pns, peg swasta, buruh, dan lain lain. Contoh lain variabel agama dengan atribut islam, kristen, hindu, budha, katolik. Dengan demikian variabel dikotomi dan politomi cukup jelas dengan keyerangan diatas.
Variabel kuantitatif afalah variabel dimana atributnya menunjukan kuantitas dari suatu objek atau benda. Variabel kuantitatif dapat dibagi 2 yaitu diskrit dan kontiniu. Variabel diskrit adalah variabel dimana atributnya terdiri dari angka yang merupakan hasil membilang. Contoh jumlah mahasiswa akbid yg terdiri dari 3 kelas mis: kelas 1=67, kelas 2= 55. Dan kelas 3= 87. Hasil membilang tidak boleh dalam bentuk pecahan misalnya jumlah mahasiswa akbid =32,5 orang.
Variabel kontiniu adalah variabel dimana ayributnya merupakan hasil mengukur. Tb mahasiswa = 155cm, 167cm dan seterusnya. Bb mahasiswa dapat 55kg, 66 kg dst. Variabel kuantitatif dapat berbentuk bilangan pecahan mis bb=56,7 kg.
Variabel dalam suatu penelitian juga harus bersifat lengkap (exhaustif). Lengkap dalam pengertian semua pilihan harus ada. Contoh variabel warna obat yg paling disukai jadi semua warna harus dimasukan ygungkin dipilih oleh responden. Misalnya: merah, kuning, putih, hitam, biru, hijau, ungu, dst, kecuali pilihan tersebut sudah terlebih dahulu dilalukan analisis vaktor.

Address

Komp. Srigunting Blok P-31
Medan
20128

Opening Hours

Monday 08:00 - 16:00
Saturday 08:00 - 16:00

Telephone

+6287869724207

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Health Research Consultant (HRC) posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Contact The Practice

Send a message to Health Research Consultant (HRC):

Share

Share on Facebook Share on Twitter Share on LinkedIn
Share on Pinterest Share on Reddit Share via Email
Share on WhatsApp Share on Instagram Share on Telegram